30% Warga RI Gagal KPR Rumah Subsidi Karena Pinjol
Dalam beberapa tahun terakhir, program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi dari pemerintah telah menjadi solusi bagi banyak warga Indonesia yang ingin memiliki rumah sendiri. Namun, baru-baru ini terungkap bahwa sekitar 30% dari warga yang mengajukan KPR subsidi mengalami penolakan karena adanya pinjaman online (pinjol) yang tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hal ini diungkapkan oleh Nixon, seorang pejabat tinggi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI pada Senin (8/7/2024). Dalam rapat tersebut, Nixon menjelaskan bahwa pinjaman dari pinjol sering kali menjadi penghalang utama dalam proses persetujuan KPR subsidi.
“Kami sering menghadapi kendala dalam menyalurkan KPR subsidi karena pinjaman dari pinjol juga tercatat dalam SLIK OJK. Ini adalah masalah yang sulit kami atasi,” ujar Nixon. “Pertanyaannya adalah, apakah pinjol dan bank diperlakukan sama dalam SLIK OJK? Itu adalah isu utama. Seharusnya ada perbedaan perlakuan, sehingga selama [kolektibilitas] masih merah, kami tidak dapat melakukan apapun,” tambahnya.
Nixon menjelaskan bahwa situasi ini berbeda dibandingkan masa ketika SLIK masih menggunakan sistem BI Checking. Dulu, skor kredit hanya didasarkan pada data pinjaman dari perbankan, namun kini setelah beralih ke SLIK, kolektibilitas pinjaman dari lembaga keuangan lainnya, termasuk pinjol, turut mempengaruhi kolektibilitas seseorang.
Permasalahan ini semakin mendalam karena semakin banyak warga yang menggunakan pinjaman online untuk berbagai keperluan. Meskipun pinjaman online menawarkan kemudahan akses dan proses cepat, banyak nasabah yang akhirnya terjebak dalam utang yang sulit dilunasi. Hal ini berdampak pada status kolektibilitas mereka di SLIK, yang pada gilirannya menghambat mereka dalam mendapatkan KPR subsidi.
Ketika ditanya oleh anggota DPR mengenai upaya advokasi yang telah dilakukan, Nixon menyatakan bahwa pihaknya telah beberapa kali mengajukan pembicaraan dengan pihak terkait. “Kami sudah beberapa kali membahas hal ini. Saat ini, sekitar 30% perumahan subsidi tidak dapat diproses karena adanya pinjaman online,” ungkap Nixon.
Masalah ini memunculkan berbagai pertanyaan tentang bagaimana seharusnya SLIK OJK memperlakukan data dari pinjol dan bank. Banyak pihak yang berpendapat bahwa harus ada perbedaan perlakuan agar tidak semua pinjaman dicampur aduk dalam satu sistem penilaian yang sama. Jika tidak, maka semakin banyak warga yang kesulitan untuk mengakses program KPR subsidi, yang sejatinya bertujuan untuk membantu mereka memiliki rumah sendiri.
Dalam rapat tersebut, beberapa anggota DPR juga menyuarakan keprihatinan mereka dan meminta agar OJK mempertimbangkan perubahan kebijakan yang lebih adil dan bijaksana. Mereka menekankan pentingnya membedakan antara pinjaman online dan pinjaman bank dalam penilaian kolektibilitas di SLIK, agar program KPR subsidi bisa berjalan lebih efektif dan tepat sasaran.
Situasi ini menjadi perhatian serius pemerintah dan lembaga terkait, karena rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Diharapkan, dengan adanya diskusi dan upaya advokasi yang terus dilakukan, akan ada solusi yang bisa mengatasi masalah ini dan memudahkan warga untuk mendapatkan KPR subsidi tanpa terkendala oleh pinjaman online.