50 WNI Dipaksa Jadi PSK di Sydney, Harapan Untung Berakhir Buntung
Polri mengungkap kerugian yang dialami oleh 50 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi pekerja seks komersial (PSK) di Sydney, Australia. Kerugian ini mencakup proses perekrutan hingga gaji yang tidak dibayarkan.
“Tersangka menyiapkan dokumen palsu untuk pengurusan visa para korban, seperti dokumen dalam bentuk mutasi rekening yang telah diubah untuk memenuhi persyaratan dalam pembuatan visa,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro kepada wartawan, Rabu (23/7).
Dokumen palsu ini disiapkan oleh tersangka SS alias Batman, seorang warga Indonesia yang telah menjadi warga Australia. SS menyerahkan para korban WNI kepada mucikari atau agensi untuk bekerja sebagai PSK.
Djuhandani juga mengungkapkan kerugian lain yang ditemukan oleh Polri, yaitu catatan pembayaran dan pemotongan gaji. Catatan ini dikirim oleh korban yang sudah bekerja sebagai PSK di Sydney ke WhatsApp tersangka FLA, 36, warga Indonesia yang berada di Jakarta Barat.
“Sebagai bentuk laporan dan kontrol dari tersangka sebagai perekrut di Indonesia,” papar Djuhandani.
Selain itu, polisi juga menemukan file draf perjanjian kerja sebagai PSK di dalam laptop tersangka FLA. Perjanjian kerja tersebut diberikan kepada calon PSK sebelum berangkat ke Sydney untuk ditandatangani.
Menurut Djuhandani, dalam perjanjian tersebut tidak termuat hak-hak korban seperti asuransi, gaji, jam kerja, maupun jenis pekerjaan. Perjanjian tersebut hanya memuat biaya sewa tempat tinggal sebesar 100 AUD per minggu (sekitar Rp1.071.754).
“Gaji satu bulan pertama ditahan sampai tiga bulan/kontrak selesai, jam kerja 10-12 jam per hari, kerja minimal 20 hari per bulan,” ungkap jenderal bintang satu itu.
Selain itu, korban juga harus menandatangani surat perjanjian hutang piutang sebesar Rp50 juta. Jika korban memutus kontrak atau tidak bekerja dalam kurun waktu tiga bulan, maka korban harus membayar hutang tersebut.
Gaji yang dijanjikan pun tidak dibayarkan. Namun, polisi tidak membeberkan jumlah gaji yang dijanjikan karena bervariasi.
“Ini tentu saja (para korban) diiming-imingi gaji di sana cukup tinggi dan ini (jumlahnya) variatif,” jelas Djuhandani.
Kedua tersangka mengaku telah menjalankan aktivitas ini sejak 2019. Keuntungan yang diperoleh para tersangka dari menjual 50 WNI ke mucikari di Sydney mencapai Rp500 juta.
Ke-50 WNI yang menjadi PSK di Sydney ini berasal dari Pulau Jawa. Sebagian dari mereka telah pulang ke Tanah Air, sementara sisanya masih berada di Australia.
Kedua tersangka dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Mereka diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara, minimal tiga tahun penjara, serta denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.