Apakah Kenaikan UKT Baru-baru Ini Disebabkan oleh Campur Tangan Pemerintah?

Apakah Kenaikan UKT Baru-baru Ini Disebabkan oleh Campur Tangan Pemerintah?

Gelombang protes mahasiswa terkait kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tengah mengguncang dunia pendidikan Indonesia. Kenaikan nominal UKT, terutama untuk golongan tertentu, menjadi sorotan utama di beberapa kampus ternama seperti Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Sumatera Utara (USU), dan Universitas Riau (Unri). Muhammad Ridha Intifadha, seorang alumnus Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, melalui akun Twitter pribadinya @RidhaIntifadha, menilai bahwa fenomena kenaikan UKT belakangan ini tidak lepas dari campur tangan pemerintah, yang diimplementasikan melalui dua aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

Bukan Aturan, Kenaikan UKT Karena Kampus Kurang Kreatif

Namun, menurut pengamat kebijakan pendidikan dan Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan, dua aturan tersebut sebenarnya tidak secara langsung mengharuskan kenaikan UKT. Aturan tersebut lebih kepada pengaturan besaran biaya operasional pendidikan, yang seharusnya disesuaikan oleh masing-masing perguruan tinggi. Cecep mengamati bahwa beberapa perguruan tinggi kemudian menafsirkan aturan tersebut sebagai alasan untuk menyesuaikan UKT mahasiswa. “Menurut saya, tidak hanya karena peraturan semata. UKT seharusnya dievaluasi setiap tahun, terlepas dari keberadaan peraturan,” ujarnya saat dihubungi oleh Kompas.com.

Cecep menekankan bahwa evaluasi UKT seharusnya tidak selalu berarti kenaikan. Sebaliknya, penyesuaian tersebut seharusnya dilakukan berdasarkan kebutuhan anggaran perguruan tinggi setiap tahunnya. Dia menegaskan bahwa jika terdapat kebutuhan akan peningkatan anggaran, solusi langsung menaikkan nominal UKT yang dibebankan kepada mahasiswa bukanlah cara yang tepat. Perguruan tinggi seharusnya lebih kreatif dalam mencari sumber pendanaan, seperti melalui riset, inovasi, hak paten, dan kerja sama dengan pihak eksternal.

Cecep menyadari bahwa menarik UKT dari mahasiswa merupakan langkah paling mudah untuk mendapatkan dana. Namun, cara tersebut menunjukkan kurangnya kreativitas dan kemampuan perguruan tinggi dalam memanfaatkan sumber daya yang ada. Menurutnya, perguruan tinggi harus lebih kreatif dan proaktif dalam mendapatkan pendanaan, daripada hanya mengandalkan kenaikan UKT. Dia menekankan pentingnya melibatkan berbagai pihak, termasuk dosen dan mahasiswa, dalam penetapan UKT agar keputusan tersebut lebih adil dan mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa.

Prodi Unggul Bukan Berarti UKT Harus Mahal

Selain itu, Cecep juga menyoroti bahwa status unggulan suatu program studi atau kampus seharusnya tidak menjadi alasan untuk menetapkan UKT yang tinggi. Meskipun mempertahankan standar kualitas yang tinggi membutuhkan anggaran besar, sumber pendanaan kampus seharusnya tidak hanya bersumber dari mahasiswa atau orang tua mereka. Dia menegaskan pentingnya peran pemerintah dalam menyediakan dana sebagai sumber utama bagi perguruan tinggi yang merupakan bagian dari ranah publik.

Perlu Transparansi UKT

Cecep menambahkan bahwa transparansi dalam pengelolaan dan penggunaan dana UKT perlu ditingkatkan, terutama untuk memastikan bahwa kenaikan UKT disertai dengan peningkatan fasilitas dan layanan pendidikan yang diberikan kepada mahasiswa. Selain itu, perlu dihindari penggunaan dana UKT untuk kepentingan yang tidak sesuai, seperti tunjangan pejabat perguruan tinggi yang tidak proporsional. Transparansi ini dianggap penting sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik, terutama kepada mahasiswa yang membayar UKT.