Bahan Baku Obat yang Masih Impor, Masalah Berkelanjutan Tanpa Solusi!
Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) mengakui bahwa masalah bahan baku obat (BBO) di Indonesia yang sebagian besar masih diimpor merupakan isu yang belum terselesaikan selama bertahun-tahun.
Dr. Rizka Andalusia, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, menyatakan bahwa kebergantungan Indonesia pada impor BBO telah menghambat perkembangan industri farmasi dalam negeri.
“Ini adalah masalah yang belum tuntas selama bertahun-tahun. Akibatnya, industri BBO di Indonesia mengalami keterbatasan dalam pertumbuhannya,” tegas Rizka dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Kemenkes RI berencana untuk memberikan fasilitas seperti pengalihan sumber atau prioritas bagi produk lokal dalam pengadaan BBO.
“Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah produsen BBO lokal serta memperluas produksi bahan baku obat secara berkelanjutan,” tambahnya.
Rizka menekankan bahwa produksi BBO di Indonesia tidak hanya sekadar pembuatan obat, tetapi juga mencakup penelitian dan pengembangan sesuai dengan kebutuhan dalam negeri. Ia menyoroti pentingnya strategi pemasaran untuk mencapai nilai ekonomis yang optimal dari BBO lokal.
Lebih lanjut, Rizka menjelaskan bahwa hingga saat ini Kemenkes RI telah mendukung pengalihan sumber bagi 42 industri farmasi. Beberapa contoh obat yang sudah mengalami perubahan sumber antara lain atorvastatin, clopidogrel, amlodipin, candesartan, azitromisin, dan bisoprol.
“Sejumlah industri farmasi telah memulai pengalihan sumber BBO, seperti atorvastatin. Enam di antaranya telah mendapatkan izin edar untuk produk mereka yang menggunakan BBO dalam negeri,” paparnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mencatat bahwa sekitar 90 persen BBO di Indonesia masih bergantung pada impor. Selain itu, sekitar 52 persen alat kesehatan di Indonesia juga merupakan produk impor yang belum diproduksi secara lokal.