Bank Indonesia Mendorong Investor untuk Tidak ‘Wait and See’
Bandung, Penjuru – Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mendorong investor untuk tidak lagi menunggu dan ragu-ragu dalam berinvestasi, karena Indonesia memiliki banyak potensi yang dapat terus dikembangkan.
Dalam pembukaan Mandiri Investment Forum di Jakarta pada hari Selasa, Perry Warjiyo menyatakan, “Sekarang waktunya untuk berhenti melakukan wait and see. Jika Anda berinvestasi sekarang, kesempatan untuk mendapatkan keuntungan lebih tinggi daripada berinvestasi di masa mendatang.”
Ia mengajak semua pihak untuk optimis melihat perkembangan perekonomian Indonesia di masa mendatang, mengingat ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,05 persen sepanjang 2023, sementara banyak negara mengalami pertumbuhan di bawah 5 persen bahkan ada yang berjuang keras menghadapi inflasi.
Menurut Perry, perekonomian Indonesia masih memiliki potensi untuk tumbuh positif dalam kisaran 4,75 hingga 5 persen tahun ini dan 4,8 hingga 5,6 persen pada 2025. Hal ini didukung oleh kinerja ekspor, tingkat konsumsi golongan menengah dan atas, serta investasi.
“Perekonomian Indonesia memang masih belum optimal (below potential output) sehingga masih ada ruang untuk berkembang. Kinerja ekonomi kita masih akan terus meningkat,” ujar Perry.
Bank Indonesia memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai puncaknya pada tahun 2027. Untuk memaksimalkan potensi tersebut, Perry menuturkan bahwa pihaknya kini fokus memastikan tingkat inflasi terjaga pada kisaran 2,5 plus minus 1 persen dalam dua tahun mendatang.
Dia menyatakan bahwa Bank Indonesia memproyeksikan tingkat inflasi tahunan akan mencapai 2,8 persen pada 2024 dan turun menjadi 2,6 persen tahun depan.
Perry juga menyoroti potensi pertumbuhan sektor perbankan yang menurutnya masih akan didukung oleh pertumbuhan kredit yang mencapai dua digit, yaitu sekitar 11 hingga 13 persen.
Untuk mendorong pertumbuhan ini, ia menyampaikan bahwa pihaknya akan melanjutkan pemberian insentif likuiditas untuk mendukung bank untuk memperluas pemberian pinjaman.
Dia menyebutkan bahwa total insentif yang disiapkan yaitu sebesar Rp268 triliun, namun baru terpakai sekitar Rp150 triliun.
“Semakin besar pinjaman yang diberikan, kami akan memberikan semakin banyak insentif likuiditas,” ucap Perry.