Bank Indonesia : Perlunya ‘Higher For Longer’ untuk Menjaga Stabilitas di Tengah Gejolak
Juda Agung, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), mengatakan bahwa, di tengah gejolak perekonomian global, stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dalam negeri memerlukan kebijakan suku bunga tinggi dalam jangka waktu panjang, atau “tinggi untuk lebih lama”. Ini adalah hasil dari krisis yang terus berlanjut karena perang di Ukraina dan Rusia, serta konflik di Timur Tengah antara Hamas dan Israel. Konflik-konflik ini meningkatkan ancaman terhadap kenaikan harga pangan dan energi, yang dapat menyebabkan inflasi global.
Juda mengusulkan kebijakan moneter yang menjaga suku bunga global tinggi untuk waktu yang lebih lama untuk menjaga stabilitas dalam menghadapi kondisi ini. Selain itu, untuk mendukung perang yang terjadi di Rusia dan Timur Tengah, yang dapat mendorong kenaikan yield suku bunga AS, AS membutuhkan banyak pendanaan. Akibatnya, arus modal menjadi tidak stabil dan kurs global melemah.
Karena berbagai faktor, Bank Indonesia (BI) akhirnya memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DDR) sebesar 25 basis poin ke level 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang akan berlangsung dari 18 hingga 19 Oktober 2023. Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo sebelumnya, kenaikan suku bunga acuan BI dilakukan untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dan mengantisipasi dampak meningkatnya ketidakpastian global dan inflasi yang diimpor, serta untuk menjaga stabilitas dan menanggapi perubahan kondisi ekonomi global, terutama terkait dengan kenaikan suku bunga AS.