Bapanas : Relaksasi HET sebagai Jaminan Ketersediaan Stok Beras
Bandung, Penjuru – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menyatakan bahwa kebijakan relaksasi harga eceran tertinggi (HET) beras premium bertujuan untuk memastikan ketersediaan stok beras di pasar.
“Harga sekarang masih dalam posisi relaksasi, dari angka sebelumnya HET Rp13.900 (per kilogram), kemudian relaksasi sampai tanggal 23 (Maret) itu Rp14.900 (per kilogram) untuk memberikan ruang supaya beras ini ketersediaannya lebih baik,” ujar Arief setelah menghadiri rapat tertutup dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada hari Senin.
Pemerintah mengutamakan keamanan stok beras dengan fokus pada produksi dalam negeri. “Kita justru mempersiapkan panen Maret-April ini karena harga gabah saat ini sudah mulai terkoreksi angkanya, rata-rata nasional sudah sekitar Rp6.700 (per kilogram). Kalau angka harga gabah terkoreksi, artinya otomatis harga beras terkoreksi dengan catatan produksi harus sesuai perencanaan,” tambah Arief.
Sebelumnya, Bapanas memutuskan untuk memberlakukan relaksasi HET beras premium sementara mulai 10 Maret hingga 23 Maret 2024. Relaksasi ini berlaku di delapan wilayah dengan penyesuaian HET menjadi lebih tinggi sebesar Rp1.000 per kilogram dibandingkan sebelumnya.
Relaksasi harga beras merupakan kebijakan sementara pemerintah untuk menaikkan HET beras premium guna menjaga stabilitas pasokan dan harga beras premium di pasar tradisional dan ritel modern selama bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran.
Presiden Jokowi mengakui adanya dilema dalam menjaga keseimbangan harga beras. Petani menuntut harga tinggi untuk meningkatkan keuntungan mereka, sementara konsumen membutuhkan harga yang terjangkau.
“Kita ini sulit, kalau harga beras turun, saya dimarahi petani, tetapi kalau beras naik, saya dimarahi ibu-ibu,” ungkap Jokowi ketika membagikan bantuan pangan cadangan beras pemerintah kepada keluarga penerima manfaat (KPM) di Kompleks Pergudangan Bulog Bakaran Batu, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatra Utara, pekan lalu.
Jokowi juga menegaskan bahwa mengelola pangan untuk 270 juta penduduk Indonesia merupakan tantangan yang tidak mudah, terutama dalam memenuhi kebutuhan tahunan sebanyak 31 juta ton beras, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk kondisi iklim.