Bappenas Ungkap 3 Tantangan dalam Implementasi Pembangunan Hijau
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Vivi Yulaswati, menyoroti tiga tantangan krusial dalam mewujudkan pembangunan hijau di Indonesia.
Pertama, terdapat kekurangan dalam kapasitas serta proses pengambilan keputusan untuk merencanakan dan melaksanakan kebijakan pembangunan hijau. Sering kali, kebijakan yang ada sulit untuk diterjemahkan ke dalam tindakan yang rinci dan operasional. Akibatnya, perencanaan cenderung tetap pada level makro dan gagal menangani masalah mendasar. Vivi menyampaikan bahwa masalah ini juga terkait dengan mekanisme dan proses pengambilan keputusan yang masih belum optimal.
Tantangan kedua adalah tingginya permintaan akan investasi yang ramah lingkungan dalam proses transisi menuju pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim. Indonesia sedang bersiap untuk melakukan transisi ini dan menerapkan ekonomi yang ramah lingkungan serta rendah emisi. Namun, untuk mewujudkannya, diperlukan praktik dan investasi yang berfokus pada pembangunan yang ramah lingkungan. Hal ini juga membutuhkan penyesuaian keterampilan dan tenaga kerja untuk mengisi posisi-posisi pekerjaan yang berorientasi pada lingkungan (green jobs). Vivi menekankan perlunya investasi yang substansial untuk mewujudkan transisi ini, dan bahwa inovasi-inovasi dalam pembiayaan serta skema-skema kolaborasi akan menjadi semakin penting di masa mendatang.
Adapun tantangan terakhir adalah kesenjangan dalam akses terhadap teknologi dan inovasi yang ramah lingkungan untuk mendukung penerapan pembangunan hijau yang berkelanjutan di masa depan. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan penelitian dan pengembangan teknologi yang didukung oleh regulasi dan kelembagaan yang memadai. Vivi menyebutkan bahwa meskipun teknologi tersebut tersedia, namun memperolehnya dan mengintegrasikannya ke dalam konteks pembangunan hijau membutuhkan kerjasama antara akademisi dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi untuk mengembangkan kapasitas dalam menguasai teknologi dan inovasi.
Vivi juga mengacu pada contoh penerapan pembangunan hijau di negara-negara lain, di mana faktor-faktor kunci yang memperlambat kemajuan terletak pada kurangnya keahlian teknis dan kapasitas kelembagaan yang optimal, termasuk dalam hal penelitian, pengumpulan data, dan tata kelola. Dia mengusulkan bahwa Indonesia dapat memperoleh inspirasi dari berbagai akademi di Asia dan Eropa yang telah berhasil mengembangkan platform pertukaran pengetahuan serta solusi-solusi untuk mengatasi tantangan dalam pembangunan hijau.