BP2MI Menguraikan Persyaratan Bekerja di Jepang dengan Skema SSW
Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Menyampaikan Persyaratan bagi Calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang Berencana Bekerja di Jepang dengan Skema Specified Skilled Workers (SSW)
Dalam sebuah siaran podcast BP2MI yang diadakan secara daring dari Jakarta pada hari Jumat, Pengantar Kerja Ahli Madya Direktorat Penempatan Nonpemerintah Kawasan Asia dan Afrika BP2MI, Farid Ma’ruf, menjelaskan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon pekerja migran Indonesia (PMI) yang berkeinginan bekerja di Jepang dengan skema Specified Skilled Workers (SSW). Salah satunya adalah kemampuan bahasa.
“Ada syarat pokok yang harus dimiliki oleh sobat migran, harus lulus sertifikat bahasa. Untuk visa SSW, terdapat ketentuan dari Pemerintah Jepang bahwa calon pekerja migran harus memiliki sertifikat N4 atau A2,” ujar Farid.
Selain sertifikasi bahasa, penempatan ke Jepang menggunakan visa SSW juga memerlukan sertifikat kompetensi yang sesuai dengan sektor pekerjaan yang menjadi target dari calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Setiap jenis sektor memiliki ujian yang berbeda, dengan pengujian kompetensi untuk 10 jabatan dalam skema SSW yang dapat dilakukan di Indonesia.
Farid menjelaskan bahwa terdapat 14 sektor pekerjaan di Jepang yang terbuka bagi pekerja asing, termasuk pekerja Indonesia, antara lain: perawat, manajemen kebersihan gedung, pembuatan mesin industri, industri elektronik dan informasi, industri konstruksi, serta industri pembuatan kapal dan mesin kapal.
Di samping itu, terdapat sektor perawatan dan perbaikan otomotif, industri aviasi, industri akomodasi, pertanian, perikanan dan akuakultur, pembuatan makanan dan minuman, serta industri layanan makanan.
BP2MI menjelaskan bahwa tidak diwajibkan bagi calon pekerja migran untuk mengikuti lembaga pelatihan kerja tertentu untuk mendapatkan sertifikat. Namun, jika memilih untuk mengikuti pelatihan, mereka disarankan untuk mendaftar di lembaga yang sudah terdaftar resmi guna mengurangi risiko penipuan.
Farid juga mengingatkan agar para peserta tidak mempercayai janji lembaga pelatihan yang menjanjikan penempatan langsung ke Jepang.
“LPK hanya bertugas untuk memberikan pelatihan hingga peserta terkualifikasi memiliki kemampuan yang diperlukan, baik sertifikat kompetensi maupun sertifikat bahasa. Penempatan bukanlah tugas LPK,” tegasnya.