BRIN : Diperlukan Kebijakan Ekstrem untuk Mewujudkan Swasembada Kedelai
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menekankan perlunya kebijakan terobosan ekstrem untuk mewujudkan swasembada kedelai di Indonesia, yakni kemampuan memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri tanpa harus mengimpor.
“Kenapa saya katakan ekstrem? Karena kebijakan ini sangat sulit dilakukan dalam kondisi saat ini,” ujar Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkuler BRIN, Dewa Ketut Sadra Swastika, dalam webinar yang diadakan di Jakarta, Selasa.
Menurut Dewa, untuk mencapai swasembada kedelai, beberapa kebijakan perlu diterapkan. Pertama, diperlukan penyediaan lahan luas untuk dijadikan kawasan baru produksi kedelai.
Dewa menjelaskan bahwa lahan yang ada saat ini banyak digunakan untuk tanaman palawija lain seperti jagung dan kacang hijau. Kedelai sulit bersaing dengan palawija lain, sehingga penambahan areal panen dari lahan usaha tani yang sudah ada sulit diharapkan.
Kedua, harus dipastikan ketersediaan benih kedelai yang bermutu. Industri benih kedelai Indonesia masih tertinggal, sehingga perlu didorong untuk berkembang lebih baik.
Ketiga, usaha tani kedelai harus dilakukan dalam skala besar. Menurutnya, petani kecil dengan lahan terbatas sulit mencapai efisiensi dan skala ekonomi yang optimal. Oleh karena itu, diperlukan keterlibatan BUMN dan swasta untuk mengelola usaha tani kedelai berskala besar.
Keempat, diperlukan jaminan pasar yang jelas. Dewa menyatakan bahwa petani tidak akan termotivasi untuk menanam kedelai jika tidak ada kepastian pembeli. Campur tangan pemerintah diperlukan untuk memberikan jaminan pasar sehingga petani tidak ragu berinvestasi dalam usaha ini.
Dewa juga menekankan pentingnya kebijakan pembangunan pertanian yang memperhatikan kedelai sebagai tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Program-program peningkatan produksi saat ini masih terfokus pada padi untuk swasembada beras, dan prioritas kedua adalah peningkatan produksi jagung melalui penggunaan benih hibrida.
Kelima, regulasi impor kedelai perlu dikaji ulang. Impor kedelai harus dibatasi saat panen raya kedelai lokal, serta diberlakukan biaya masuk yang tinggi untuk melindungi petani dalam negeri.
Indonesia saat ini sangat bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Data dari Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa pada 2023, Indonesia mengimpor 2,27 juta ton kedelai dengan nilai 1,47 miliar dolar AS atau sekitar Rp23,65 triliun. Sementara itu, ekspor kedelai dari Indonesia hanya mencapai 2.561 ton dengan nilai 1.159 dolar AS atau sekitar Rp18,65 juta.