BRIN Mendalami Potensi Daun Kelor dalam Mengatasi Stunting dan Anemia
Bandung, Penjuru – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah memulai sebuah proyek penelitian yang bertujuan untuk mengatasi masalah stunting dan anemia pada balita dengan memberikan makanan tambahan yang diperkaya dengan daun kelor. Proyek riset ini dilakukan di Kelurahan Kelor dan Wiladeg, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Yogyakarta, dimulai sejak 5 Maret 2024 dan berlangsung selama 12 pekan ke depan.
Dalam sebuah keterangan di Jakarta pada hari Jumat, Peneliti Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan BRIN, Dini Ariani, menjelaskan, “Tujuan dari intervensi ini adalah untuk mempelajari pengaruh pemberian formula pangan lokal yang diperkaya dengan daun kelor terhadap status anemia dan gizi pada balita stunting di daerah tersebut.”
Dini menjelaskan bahwa BRIN perlu menganalisis dampak dari formula makanan tambahan yang telah dibuat terhadap peningkatan gizi dan kadar hemoglobin pada balita stunting dan anemia. Proyek riset intervensi ini merupakan kelanjutan dari riset tahun sebelumnya yang berfokus pada formulasi produk berbahan pangan lokal yang diperkaya dengan daun kelor dan mengandung protein hewani serta nabati.
Setelah formulasi tersebut selesai, para ilmuwan BRIN memberikan pelatihan kepada para ibu di PKK, kader posyandu, dan UKM di Kelurahan Kelor mengenai cara pembuatan dan pemberian formula produk tersebut kepada anak sesuai dengan kebutuhan gizi. Dari pelatihan tersebut, terbentuklah empat kelompok kader yang bertugas membuat produk makanan tambahan yang diperkaya dengan daun kelor, yang kemudian diberikan kepada 37 balita stunting di Kecamatan Karangmojo, terutama di Kelurahan Kelor dan Wiladeg.
Dini mengungkapkan bahwa formulasi makanan tambahan yang dihasilkan sudah sesuai dengan standar makanan lokal untuk balita dan ibu hamil yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2023. “Kandungan gizi dalam makanan tambahan yang kami buat adalah sebesar 6 sampai 10 persen protein, sesuai dengan ketentuan tersebut,” ujarnya.
Dini mengklaim bahwa formula makanan tambahan tersebut menggunakan bahan-bahan sederhana, mudah didapat, dan harganya terjangkau, sehingga mudah diaplikasikan oleh ibu-ibu rumah tangga. Beberapa produk makanan tersebut antara lain sosis ayam kelor, sempol ayam tempe kelor, bolu tempe oreo kelor, dimsum ikan kelor, nugget ayam tempe kelor, bakso ikan, dan ayam kelor.
Pemberian makanan tambahan kepada balita stunting telah melewati proses klirens etik dan telah disetujui oleh Komisi Etik BRIN. “Agar tidak ada masalah di masa depan, riset ini telah melewati proses klirens etik sebelum kami melakukan uji coba kepada balita,” jelas Dini.
Pemberian makanan tambahan dilakukan kepada balita berstatus stunting dengan rentang usia 13 sampai 56 bulan selama 12 minggu atau tiga bulan. Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, dan kadar hemoglobin dilakukan setiap dua kali dalam seminggu.
BRIN melakukan riset intervensi pemberian makanan tambahan ini dengan tujuan membantu menurunkan status balita stunting di Kabupaten Gunungkidul, khususnya di Kecamatan Karangmojo.