BRIN : Pemerintah dihadapkan pada Tantangan Wajib Belajar Selama 12 Tahun
Menurut Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). rata-rata lama sekolah di Indonesia telah meningkat dalam tujuh tahun terakhir. Namun menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata lama sekolah pada tahun 2022 akan mencapai 9,08 tahun, meningkat dari 7,95 tahun pada tahun 2016.
Anggi Afriansyah, peneliti sosiologi pendidikan di Pusat Riset Kependudukan BRIN, menekankan bahwa berbagai hambatan terus menghambat pencapaian target, termasuk diskriminasi, ketimpangan, eksklusivitas, biaya tinggi, dan reproduksi sosial. Ruang pendidikan seringkali menimbulkan ketidaknyamanan dan meredam semangat anak-anak, bahkan menciptakan suasana perundungan, menurutnya.
Anggi menekankan karena kebijakan pendidikan saat ini diterapkan secara identik. Perlu ada perhatian khusus dari pemerintah pada konteks demografi, geografi, dan sosial budaya. Persentase perluasan pendidikan anak usia dini masih sangat rendah, baru mencapai 36 persen.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) telah menyusun “Peta Jalan Sistem Pendidikan 2020–2035″. Untuk memastikan bahwa karyawan Indonesia menerima pendidikan formal minimal 12 tahun. Ini terkait dengan wajib belajar dua belas tahun. Dokumen tersebut menetapkan tujuan untuk meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) sekolah di semua jenjang. APK prasekolah harus mencapai lebih dari 85 persen pada tahun 2035, dan APK jenjang SD hingga SMA harus mencapai 100 persen pada tahun yang sama.
Meskipun Kemendikbudristek telah memulai program Wajib Belajar atau Wajar 12 tahun sejak tahun 2016, masih ada tantangan untuk mencapainya. Salah satu tujuan awal adalah mencapai jumlah satuan pendidikan SMA yang sesuai dengan target pada 2019. Namun, perlu ingat bahwa menuju Wajib Belajar 12 tahun masih membutuhkan lebih banyak upaya dan perhatian.
Dengan semangat tantangan wajib belajar selama 12 tahun yang masih hadapi pemerintah, langkah-langkah strategis dan inovatif perlu terus menjadi kuat. Menanggapi ketidaknyamanan, ketidaksetaraan, dan hambatan lainnya dalam dunia pendidikan adalah langkah kritis menuju visi masa depan yang lebih inklusif dan berkeadilan. Keberhasilan mencapai target tersebut akan menjadi tonggak penting dalam memberikan pendidikan berkualitas bagi generasi mendatang. Memastikan setiap anak memiliki akses dan kesempatan yang sama dalam perjalanan pendidikan mereka.”