Buruh Demo : UU Cipta Kerja Kurangi Waktu Bersama Keluarga
Para buruh di Jakarta menggelar unjuk rasa besar-besaran di Patung Kuda MH Thamrin pada Senin pagi, 8 Juli 2024, Demo ini dipicu oleh ketidakpuasan mereka terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan sistem outsourcing. Dalam aksi tersebut, para buruh menuntut Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencabut UU Ciptaker dan menghapus sistem outsourcing serta upah murah, yang mereka sebut sebagai (HOSTUM).
Aksi unjuk rasa ini dikoordinasikan oleh sejumlah serikat buruh dan organisasi pekerja yang merasa dirugikan oleh penerapan UU Ciptaker. Dalam orasi dan spanduk yang dibawa, mereka menyoroti sejumlah isu utama terkait UU tersebut. Menurut mereka, UU Ciptaker mengakibatkan berkurangnya hak-hak pekerja sementara kewajiban mereka justru meningkat.
“Jam kerja panjang, waktu bersama keluarga berkurang,” tulis salah satu spanduk yang dibawa para buruh. Pesan ini mencerminkan kekhawatiran mereka tentang keseimbangan antara waktu kerja dan kehidupan pribadi yang semakin tidak seimbang.
Selama Unjuk Rasa, Para Buruh Juga Menyoroti Beberapa Poin Kritis Yang Menjadi Fokus Utama Mereka :
- Peningkatan Risiko PHK : Para buruh merasa bahwa UU Ciptaker mempermudah pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa adanya perlindungan yang memadai bagi mereka. Mereka menganggap hal ini berpotensi meningkatkan ketidakpastian dan ketidakstabilan dalam dunia kerja.
- Pengurangan Pesangon : Mereka mengeluhkan bahwa nilai pesangon yang diterima setelah PHK jauh lebih rendah dibandingkan dengan aturan sebelumnya. Hal ini dianggap menambah beban finansial bagi buruh yang kehilangan pekerjaan.
- Sistem Outsourcing : Sistem outsourcing yang diperbolehkan dalam UU Ciptaker dianggap semakin memperburuk nasib buruh dengan memberikan fleksibilitas yang terlalu besar kepada pengusaha. Ini berpotensi mengakibatkan pekerja yang tergolong dalam sistem outsourcing mengalami perlakuan yang kurang adil.
- Upah Murah : Buruh juga mengkritik adanya kemungkinan penurunan upah akibat fleksibilitas dalam sistem ketenagakerjaan yang diatur oleh UU ini.
Dalam pesan mereka, para buruh juga menyampaikan bahwa mereka semakin jauh dari impian kesejahteraan. Salah satu spanduk bertuliskan, “Outsourcing Bebas tanpa Batas, Nasib Buruh Tertindas,” menunjukkan rasa frustrasi mereka terhadap ketidakpastian yang dihadapi.
Sementara itu, beberapa buruh menyatakan kekhawatiran mendalam dengan ungkapan, “PHK mudah, pesangon murah, Buruh jadi Gundah.” Ini mencerminkan ketidakpastian yang dihadapi buruh mengenai masa depan mereka dalam dunia kerja yang semakin tertekan.
Dalam tanggapan terhadap aksi tersebut, pemerintah dan pengusaha diharapkan dapat merespons dengan solusi yang adil dan memperhatikan aspirasi serta keluhan para buruh. Penyesuaian atau revisi terhadap UU Ciptaker serta perbaikan dalam sistem outsourcing diharapkan dapat menjadi langkah menuju penyelesaian permasalahan yang dihadapi oleh tenaga kerja di Indonesia.
Aksi unjuk rasa ini juga menjadi salah satu bentuk tekanan politik yang menunjukkan ketidakpuasan buruh terhadap kebijakan ketenagakerjaan yang ada. Ke depan, diharapkan akan ada dialog konstruktif antara pemerintah, pengusaha, dan buruh untuk mencapai kesepakatan yang dapat memperbaiki kondisi ketenagakerjaan dan menjamin hak-hak buruh.