Dampak Penutupan Pabrik Terasa pada Keuangan Negara
Dalam dua bulan terakhir, Indonesia telah mengalami sejumlah penutupan pabrik, terutama di sektor alas kaki, tekstil, dan barang dari tekstil.
Pada bulan April lalu, pabrik PT Sepatu Bata Tbk di Purwakarta, Jawa Barat, resmi ditutup setelah perusahaan mengalami kerugian signifikan. PT Sepatu Bata Tbk, produsen sepatu legendaris, merugi ratusan miliar rupiah sejak 2019. Penjualan Bata anjlok 49% dari Rp931,27 miliar pada 2019 menjadi Rp459,58 miliar pada 2020.
Penutupan ini diikuti oleh beberapa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang juga memutuskan untuk gulung tikar, memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut data dari Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), 36 perusahaan tekstil menengah dan besar telah tutup, dan 31 pabrik lainnya melakukan PHK hingga akhir Mei lalu karena alasan efisiensi.
Dampak penutupan pabrik ini mulai dirasakan dalam penerimaan pemerintah, dengan penerimaan pajak mengalami penurunan. Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan bahwa hingga 30 Juni 2024, penerimaan pajak mencapai Rp893,8 triliun, turun 7,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp970,2 triliun. Penerimaan pajak ini hanya mencapai 44,9% dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa penurunan penerimaan pajak disebabkan oleh penurunan harga komoditas yang mengalami normalisasi, seperti minyak mentah sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan batu bara. “Penerimaan pajak Rp893,8 triliun masih cukup wajar jika dibandingkan dengan penurunan tajam pada harga komoditas seperti CPO, batu bara, dan beberapa komoditas lainnya,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Jakarta, Senin (8/7/2024).
Lebih rinci, Pajak Penghasilan (PPh) badan mengalami penurunan sebesar 34,5%, dengan penerimaan mencapai Rp172,66 triliun pada semester pertama. Sementara itu, sumbangan pajak dari sektor industri pengolahan turun sebesar 15,4%, dengan total penerimaan pajak sektor ini hanya mencapai Rp214,86 triliun atau 25,23% dari target.
Kementerian Keuangan menyebut penurunan setoran dari industri pengolahan dipengaruhi oleh restitusi PPh badan tahunan, terutama dari sektor komoditas seperti sawit, logam, dan pupuk. Restitusi ini meningkat seiring penurunan profitabilitas perusahaan dan peningkatan kebutuhan likuiditas akibat penurunan harga komoditas.