Menag Dipanggil Jokowi, Ini Jawaban Soal Dugaan Korupsi Haji 2024
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tidak memberikan jawaban tegas saat ditanya mengenai dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024. Ia hanya menyatakan bahwa dirinya rutin melaporkan semua tugasnya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saya laporkan semua tugas-tugas saya di Kementerian Agama,” ujar Yaqut kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (19/7/2024).
Saat ditanya beberapa kali oleh wartawan apakah rapat bersama Presiden Jokowi tersebut membahas Panitia Khusus (Pansus) Haji DPR, Yaqut hanya mengulangi jawabannya.
“Saya laporkan semua tugas-tugas saya di Kementerian Agama kepada Pak Presiden, itu saja,” tegasnya.
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (9/7/2024) menyepakati pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Haji setelah ditemukannya berbagai masalah dalam pelaksanaan haji 2024.
Masalah penetapan kuota dan banyaknya keluhan jamaah terkait pemondokan menjadi alasan DPR mengeluarkan hak angket.
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Selly Andriany Gantina, membeberkan alasan DPR menggulirkan hak angket ibadah haji. “Hal mendasar dan pertimbangan dari hak angket haji tahun 2024 adalah,” kata Selly dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Selasa (9/7/2024).
Selly menjelaskan alasan pertama adalah pembagian dan penetapan kuota haji tambahan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Dia mengatakan, Pasal 64 Ayat 2 UU tersebut menyebutkan kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8% dari kuota haji Indonesia.
“Sehingga keputusan Menteri Agama Nomor 118 Tahun 2024 tentang petunjuk pelaksanaan pemenuhan kuota haji khusus tambahan dan sisa kuota haji khusus 2024 bertentangan dengan UU dan tidak sesuai dengan hasil kesimpulan rapat panja Komisi VIII dan Menteri Agama terkait penetapan BPIH,” katanya.
Selly menyatakan semua permasalahan tersebut menunjukkan belum maksimalnya pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Agama, dalam melindungi warga negara atau jemaah di tanah suci.
“Tambahan kuota terkesan hanya menjadi kebanggaan, tapi tidak sejalan dengan peningkatan pelayanan dan komitmen memperpendek waktu tunggu jemaah,” ujarnya.
Alasan kedua dibentuknya hak angket ini adalah adanya indikasi penyalahgunaan kuota tambahan oleh pemerintah. Alasan ketiga adalah layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina yang belum membaik. Selly menyebutkan bahwa DPR masih menemukan over kapasitas untuk tenda jamaah hingga layanan mandi, cuci, dan kakus (MCK).
“Padahal biaya yang diserahkan bertambah sesuai tambahan jamaah, yang menyesuaikan dengan pemondokan, katering, dan transportasi,” jelasnya.