Ditjen HAM Kemenkumham Bahas Pemilu dan Isu HAM dalam Dialog di Jenewa
Bandung, Penjuru – Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) di bawah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Indonesia telah aktif terlibat dalam dialog konstruktif dengan Komite Hak-Hak Sipil dan Politik di Palais Wilson, Jenewa, Swiss, pada Senin dan Selasa (12/3).
Dalam dialog tersebut, berbagai isu HAM dibahas, termasuk perkembangan di Papua dan Aceh, revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), isu aborsi, hukuman mati, kerangka regulasi yang diduga diskriminatif, kebebasan beragama, perlindungan kelompok rentan dan minoritas, anti-penyiksaan, serta penanganan pelanggaran HAM berat.
Direktur Jenderal HAM Kemenkumham, Dhahana Putra, menyatakan bahwa rekomendasi dari Komite akan dipertimbangkan bersama dengan rekomendasi dari Mekanisme HAM PBB lainnya, seperti Universal Periodic Review (UPR), untuk merumuskan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) di masa mendatang.
Dhahana, yang turut serta sebagai wakil ketua delegasi Indonesia, menggarisbawahi pentingnya partisipasi dalam dialog ini sebagai langkah penting dalam mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan dan mendapatkan rekomendasi konkret untuk mengatasi tantangan yang dihadapi.
Komite Hak-Hak Sipil dan Politik mengapresiasi upaya pemerintah Indonesia dalam mendorong implementasi hak-hak sipil dan politik, termasuk strategi nasional bisnis dan HAM yang telah diterapkan di Indonesia. Namun demikian, Komite juga menyoroti sejumlah tantangan yang masih dihadapi, seperti kekurangan dalam kerangka hukum, kebijakan, dan kapasitas negara dalam mengimplementasikan hak-hak sesuai dengan ketentuan kovenan.
Mengenai isu regulasi yang diduga diskriminatif, Direktorat Jenderal HAM menekankan pentingnya integrasi prinsip-prinsip HAM dalam kerangka hukum di Indonesia. Kemenkumham sedang melakukan pembahasan intensif terkait parameter HAM dalam penyusunan peraturan perundang-undangan untuk mencegah atau meminimalkan kemungkinan munculnya peraturan yang diskriminatif.
Direktur Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Tri Tharyat, menjelaskan bahwa dialog konstruktif ini merupakan bagian penting dalam proses bagi negara-negara yang telah meratifikasi kovenan hak-hak sipil dan politik. Dia menegaskan bahwa dialog ini bukanlah forum penghakiman, melainkan kesempatan untuk berbagi pandangan yang dapat meningkatkan perlindungan HAM di Indonesia.
Komite Hak-Hak Sipil dan Politik, yang terdiri dari 18 pakar independen, bertugas memantau implementasi Kovenan Internasional mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Indonesia telah meratifikasi kovenan tersebut melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
Ini merupakan kali kedua pemerintah Indonesia berpartisipasi dalam dialog konstruktif bersama Komite Hak-Hak Sipil dan Politik. Sebelumnya, pada tahun 2013, pemerintah telah menyampaikan laporan implementasi kovenan tersebut.