“Pendidikan Seks Minim, Anak Rentan Alami Adiksi Perilaku Akibat Penggunaan Internet Berlebihan dan Efek Pernikahan Dini”
Menurut Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, pergaulan bebas dan kurangnya pendidikan seks menyebabkan banyak pernikahan dini di daerah tersebut.
Menurut Felly Lastiawati, Kepala Bidang Peningkatan Kualitas Keluarga DP3A Kota Bandung, hingga 18 Juli 2023 tercatat 76 permohonan perkawinan anak, sebagian besar karena mengandung. Ini adalah penurunan dari 143 perkawinan anak pada tahun 2022.
Kepala Kemenag Bandung memberi tahu Rapat Koordinasi Pencegahan Perkawinan Anak bahwa dari 76 dispensasi, 10 ditolak. Dalam pernyataannya, Felly menyatakan bahwa sebagian besar izin telah diberikan karena alasannya sudah mencakup. Dia berharap tidak ada penambahan lagi.
Felly menjelaskan bahwa kekhawatiran orang tua tentang pergaulan bebas anak-anak mereka dan pilihan mereka untuk menikah adalah penyebab adiksi perilaku anak. Namun, dampak negatif pernikahan dini, seperti kemungkinan bayi menderita stunting dan peningkatan risiko kesehatan ibu jika hamil pada usia yang sangat muda, harus terus diajarkan.
Terdapat empat kecamatan di Kota Bandung yang memiliki tingkat perkawinan anak yang cukup tinggi: Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Cibeunying Kidul, dan Coblong. Di antara mereka, Babakan Ciparay memiliki jumlah dispensasi perkawinan anak tertinggi, yaitu 12 dispensasi.
Felly juga menekankan betapa pentingnya untuk belajar tentang hubungan seksual sejak usia dini atau pada tingkat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Pendidikan seks dapat disampaikan secara tidak konvensional, seperti melalui lagu-lagu untuk mengajarkan anak-anak PAUD konsep keamanan diri. Di tingkat SD, peran wali kelas juga ditekankan dalam menyampaikan pendidikan seks.
Di SMP, Dinas Pendidikan Kota Bandung bekerja sama dengan Kedokteran Unpad mengadakan program “Hebat” (Hidup Sehat Bersama Sahabat). Program ini mengajarkan siswa kelas VIII tentang kesehatan reproduksi dan menanamkan peran orang tua dalam program sekolah.
Untuk mengatasi pernikahan dini dan adiksi perilaku pada anak, DP3A, aparat kewilayahan, Kemenag, dan stakeholder lainnya bekerja sama untuk terus memberikan edukasi seksual dan mendorong diskusi tentang masalah ini. Faktor lain yang berkontribusi pada peningkatan pernikahan dini dan adiksi perilaku pada anak adalah penggunaan media sosial yang tak terkontrol. Sebagian besar orang percaya bahwa pengawasan orang dewasa sangat penting untuk melindungi dan mengajar anak-anak di era digital ini, baik di sekolah maupun di rumah.