Tantangan Geopolitik dan Kebutuhan Strategi Pertahanan yang Terorganisir
Saat ini, geopolitik sangat tidak pasti. Negara-negara adidaya—juga dikenal sebagai superpower—berusaha memperoleh kekuasaan dan pengaruh tanpa selalu mempertimbangkan efeknya terhadap negara-negara berkembang. Bahkan, terkadang, negara-negara berkembang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan mereka sendiri.
Untuk mengatasi ketidakpastian ini, penting untuk terus mengembangkan instrumen kekuasaan yang disebut sebagai diplomasi, informasi, militer, dan ekonomi (DIME). Dari keempat instrumen ini, militer biasanya digunakan sebagai opsi terakhir dalam penyelesaian konflik atau dalam situasi perang.
Penggunaan instrumen militer, bagaimanapun, memerlukan persiapan yang panjang dan biaya yang besar. Oleh karena itu, strategi pertahanan militer harus direncanakan, tepat sasaran, dan serius. Strategi ini tidak hanya menganalisis keadaan geopolitik saat ini tetapi juga memprediksi dan mengantisipasi apa yang akan terjadi di masa depan.
Dalam membuat strategi pertahanan, ada tiga komponen ketidakpastian geopolitik yang harus dipertimbangkan. Pertama, konflik militer atau paramiliter meningkat, baik dalam maupun antara negara. Kedua, masih ada ketegangan di Laut China Selatan, yang melibatkan banyak negara dan blok politik. Ketiga, polarisasi politik antara Blok Barat dan Blok Timur semakin meningkat, yang dapat menyebabkan konflik.
Seperti yang disebutkan dalam Strategi Pertahanan Nusantara (SPN) TNI, semua faktor ini harus digunakan sebagai dasar untuk membuat strategi pertahanan. Selain itu, strategi pertahanan harus mempertimbangkan faktor strategis dalam negeri, seperti kapasitas anggaran, pembangunan IKN, dan geografi Indonesia yang kepulauan.
Dalam menghadapi perubahan strategis ini, TNI harus mempertimbangkan berbagai jenis perang yang mungkin terjadi, seperti perang kota, perang laut, perang cyber, perang ruang, dan perang bio. Strategi pertahanan harus proporsional dan seimbang, dengan fokus pada melawan musuh di “mandala luar” untuk mencegah mereka masuk ke “mandala dalam”.
Dukungan persenjataan canggih dalam situasi ini sangat penting. Rudal canggih seperti Rudal Yakhont P-800 harus dirahasiakan karena memiliki nilai strategis yang tinggi. Mengembangkan teknologi ini dengan bekerja sama dengan perusahaan pertahanan seperti BrahMos Aerospace mungkin merupakan langkah yang tepat.
Paradigma “Revolution in Military Affairs” (RMA) juga harus dipertimbangkan saat membuat strategi pertahanan. RMA melibatkan transformasi besar dalam strategi perang melalui penerapan teknologi baru, perubahan doktrin, organisasi, peralatan, operasi, dan taktik militer. Ini adalah kerangka yang responsif dan menyeluruh.
Terakhir, tujuan pembangunan nasional harus didukung oleh strategi pertahanan, yang memungkinkan penggunaan potensi unggulan nasional untuk membangun pertahanan yang kuat. Indonesia dapat mencapai tujuannya untuk menjadi Indonesia Emas pada tahun 2045 jika semua sumber daya bekerja sama. Selamat Hari Ulang Tahun ke-78 TNI.
* Ngasiman Djoyonegoro adalah rektor ISTA Al-Kamal dan analis intelijen, pertahanan, dan keamanan.