Heboh! Lebih dari 200 Pulau Kecil di Indonesia Telah Diperjualbelikan
Hingga tahun 2023, lebih dari 200 pulau di Indonesia telah diprivatisasi dan diperjualbelikan, dan aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil menjadi masalah serius. Temuan ini terungkap dalam diskusi publik bertajuk “Masa Depan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Menghadapi Ancaman Industri Ekstraktif” yang diadakan pada Rabu (10/7) oleh Pusat Riset (PR) Politik, Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora (OR IPSH), dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Kepala Pusat Riset Politik, Athiqah Nur Alami dari BRIN, mengungkapkan bahwa berbagai masalah kini mengancam masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk industri tambang dan pariwisata. Indonesia, sebagai negara kepulauan yang kaya akan biodiversitas, menghadapi ancaman serius terhadap kelestarian ekosistemnya.
“Beberapa pulau kecil bahkan mulai menghilang atau tenggelam, menunjukkan kerentanan yang tidak hanya bersifat ekologis, tetapi juga sosial, ekonomi, dan budaya. Ancaman ini tidak hanya disebabkan oleh perubahan iklim, tetapi juga oleh aktivitas industri ekstraktif,” kata Athiqah seperti dikutip dari laman BRIN, Jumat (19/7/2024).
Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki peran vital dalam ekosistem, budaya, dan ekonomi lokal. Namun, mereka menghadapi tantangan besar dari industri ekstraktif, seperti pertambangan, eksplorasi minyak dan gas, serta penangkapan ikan besar-besaran. Dampak negatif dari kegiatan ini mengancam keberlanjutan ekosistem dan kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam tersebut.
Athiqah juga mencatat bagaimana kebijakan hilirisasi dan aktivitas pertambangan yang masif berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem pesisir dan pulau kecil. Contoh proyek hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, serta pertambangan bijih besi dan emas di Sulawesi Utara menunjukkan dampak lingkungan dan sosial ekonomi yang signifikan. Proyek-proyek ini tidak hanya mencemari lingkungan tetapi juga berdampak pada kesehatan masyarakat, seperti peningkatan kasus ISPA di daerah sekitar tambang.
“Menurut catatan WALHI, pencemaran logam berat terjadi di sungai-sungai sekitar pabrik, terutama di pertambangan nikel yang menyebabkan pencemaran air, udara, kehancuran hutan, serta penggusuran petani akibat ekspansi tambang,” tambah Athiqah.
Privatisasi wilayah pesisir juga menjadi masalah utama. Data dari berbagai NGO menunjukkan bahwa hingga 2023, lebih dari 200 pulau telah diprivatisasi dan diperjualbelikan, dengan konsentrasi tertinggi di DKI Jakarta dan Maluku Utara.
Akibat aktivitas pertambangan dan industri ekstraktif, masyarakat setempat sangat terdampak. Mereka kehilangan ruang hidup, akses perairan untuk melaut semakin terbatas, dan semakin terpinggirkan oleh kekuatan oligarki dan korporat.