Tri Febrianto, Ketua Bidang UMKM Koperasi dan Kewirausahaan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), mengkhawatirkan eksistensi UMKM di Indonesia. Dia menyoroti serbuan produk impor dari berbagai lokapasar dan platform sosial commerce yang merugikan UMKM.
Salah satu contoh sosial commerce yang berpotensi merugikan UMKM adalah TikTok melalui Project S. Tri menilai bahwa sosial commerce ini menguntungkan produk-produk asal China dengan harga tidak wajar.
Hipmi mendesak Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.50 Tahun 2020 guna memperkuat regulasi terkait perdagangan melalui sistem elektronik.
Tri menyatakan keprihatinannya terkait kurangnya regulasi dalam perdagangan melalui media sosial, yang memungkinkan TikTok beroperasi tanpa batasan, menciptakan ketidakseimbangan dalam persaingan antara UMKM lokal dan perusahaan asing.
Dia juga mencatat nilai transaksi perdagangan elektronik di Indonesia yang besar, namun sebagian besar dinikmati oleh produsen luar negeri seperti China. Project S TikTok dianggap sebagai ancaman tambahan terhadap UMKM lokal.
Tri menyoroti sosial commerce yang mengancam UMKM lokal dengan praktik “predator pricing” yang dapat mengeliminasi pesaing.
Panggilan Tri adalah perlunya melindungi UMKM Indonesia dan mendukung pertumbuhan ekonomi mereka di tengah persaingan yang semakin ketat.