IEU-CEPA Masih Berlarut-larut, Airlangga : Indonesia Menginginkan Perlakuan Adil
Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, mengungkapkan keinginan Indonesia untuk diperlakukan secara adil oleh Uni Eropa (IEU-CEPA) dalam sebuah pertemuan dengan media Jerman, Handelsblatt. Hal ini terkait dengan kesulitan dalam proses negosiasi Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang telah berlangsung selama tujuh tahun terakhir.
Airlangga menyoroti perbedaan perlakuan Uni Eropa terhadap Indonesia dibandingkan dengan negara-negara seperti Vietnam dan Thailand. Negosiasi IEU-CEPA yang berlarut-larut dinilai tidak sesuai dengan peran besar Indonesia dalam perekonomian global, dan Indonesia tidak ingin menunggu terlalu lama.
Dalam konteks tersebut, Airlangga juga menyebutkan kepemimpinan Indonesia dalam forum G20 pada tahun 2022, di mana suara negara-negara selatan dianggap penting, menunjukkan inklusivitas. Dia juga menyoroti dampak global dari konflik seperti antara Israel dan Hamas, yang dapat berdampak pada masyarakat Indonesia melalui kenaikan harga minyak.
Airlangga menyatakan bahwa Indonesia membuka peluang investasi dari semua pihak, menggarisbawahi bahwa investasi tidak mengenal batasan. Dia memberikan contoh tentang peningkatan ekspor nikel Indonesia sebagai hasil investasi, yang telah memberikan nilai tambah bagi masyarakat.
Selain itu, Airlangga juga menekankan transisi Indonesia menuju energi hijau, terutama dalam industri nikel, dengan pabrik peleburan yang beroperasi dengan tenaga air, pembangkit listrik tenaga gas, atau bahkan pembangkit listrik tenaga surya.
Terkait dengan pembatasan perdagangan, Airlangga tidak menganggapnya sebagai hambatan dalam negosiasi perdagangan bebas dengan Uni Eropa, dan dia menyatakan bahwa Indonesia berhak mengelola sumber daya alamnya sendiri untuk meningkatkan daya saing global.
Airlangga juga menyampaikan optimisme terhadap visi Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2045, dengan proyeksi penduduk mencapai 320 juta orang dan PDB per kapita sebesar 30.000 dolar AS, yang akan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan perekonomian sejumlah 9 triliun dolar AS.
Dia menggarisbawahi bahwa sambil cita-cita tersebut dikejar, masih ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, termasuk upaya penciptaan nilai tambah untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.