Indonesia dan Jepang Setujui Tarif Ekspor 0% untuk Produk Perikanan Tuna
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mencapai kesepakatan untuk menurunkan tarif ekspor untuk empat komoditas tuna olahan yang diimpor oleh Jepang menjadi nol persen. Kesepakatan ini mencakup katsuobushi, tuna kaleng, cakalang kaleng, dan tuna lainnya dengan HS Code 1604.14-091. Tarif ekspor komoditas tersebut sebelumnya sebesar 9,6%, tetapi dengan kesepakatan ini, tarif tersebut turun menjadi nol.
Di Jakarta pada Jumat, Budi Sulistiyo, Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP, menyatakan rasa syukurnya atas pencapaian kesepakatan tersebut. Dia menyatakan, “Alhamdulillah setelah rangkaian perundingan, akhirnya tercapai kesepakatan tarif nol persen untuk tuna tersebut. Ini kado dari KKP untuk pelaku usaha tuna.”
Budi menjelaskan bahwa dua pos tarif nol persen berlaku, terutama untuk katsuobushi, dengan syarat sertifikat yang menunjukkan bahan baku cakalang memiliki panjang minimal 30 cm. Kesepakatan ini akan mulai berlaku paling cepat pada akhir tahun 2024, setelah kedua negara menyelesaikan proses ratifikasi.
Dengan impor tuna-cakalang sebesar 2,2 miliar dolar AS pada tahun 2022, Jepang adalah importir tuna-cakalang terbesar kedua di dunia, menyumbang 13% dari impor tuna-cakalang global. Namun, Amerika Serikat masih menjadi importir terbesar dengan 15%, dan Jepang memainkan peran penting dalam pasar tuna-cakalang global.
Impor Jepang dari empat kode HS tuna-cakalang olahan mencapai 395 juta dolar AS, dengan Thailand sebagai pemasok utama sebesar 58%. Indonesia, Filipina, dan Vietnam masing-masing menyumbang 18%, 16%, dan 4% dari impor.
Meskipun perjanjian telah dicapai, Budi Sulistiyo menyatakan bahwa Indonesia telah mengusulkan penggabungan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI), yang telah disesuaikan dengan Skema Dokumentasi Tangkapan Ikan Jepang (JCDS). SHTI harus memiliki panjang minimal 30 cm.
Untuk memanfaatkan kebijakan baru, KKP sedang memperkuat dan mengatur UPI.