Indonesia Siap Melaksanakan Misi Diplomasi untuk Koreksi Peta Hutan yang Menjadi Acuan EUDR
Pemerintah Republik Indonesia mengambil langkah tegas melalui misi diplomasi untuk mengoreksi ketidaksesuaian pada peta hutan yang digunakan oleh Uni Eropa dalam pelaksanaan Deforestation-free Regulation (EUDR). Ditemukan bahwa ada persoalan akurasi yang signifikan pada peta yang menjadi acuan tersebut. Langkah-langkah diplomasi telah diambil, termasuk melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Uni Eropa di Brussels, Belgia, dengan upaya menjelaskan perbedaan antara peta yang digunakan Uni Eropa dengan realitas lapangan yang terdapat di Indonesia.
Penelitian yang membandingkan antara peta hutan dari Uni Eropa dengan peta yang dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menemukan bahwa terdapat kesalahan signifikan, seperti over estimasi tutupan. Contoh konkret seperti peta GFM Uni Eropa yang menunjukkan adanya tutupan hutan pada lokasi seperti danau, ruas jalan, bahkan lahan pertanian, perkebunan, dan tubuh air lainnya.
Langkah-langkah konkret telah diambil, termasuk kolaborasi dengan World Resources Institute (WRI) untuk membangun pemahaman yang sama tentang tutupan hutan dan deforestasi. Selain itu, KLHK telah meminta seluruh Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) untuk melakukan overlay peta GFM Uni Eropa dengan peta lokal serta melakukan ground check untuk memverifikasi ketepatan data.
Pentingnya hal ini terutama dalam konteks pengelolaan kayu, yang merupakan salah satu komoditas yang diatur dalam EUDR. Indonesia telah memiliki Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) yang diakui oleh Uni Eropa, memastikan bahwa produk kayu yang diproduksi memenuhi standar keberlanjutan dan legalitas yang ditetapkan.
Dengan demikian, upaya ini bukan hanya untuk menegaskan ketepatan data, tetapi juga memastikan bahwa regulasi EUDR yang diterapkan oleh Uni Eropa tidak hanya mempertimbangkan perspektif global, tetapi juga realitas lokal dan kondisi geografis yang unik di Indonesia.