Integrasi Geolokasi oleh KLHK dalam Sistem Informasi Hasil Hutan
Bandung, Penjuru – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah melakukan integrasi informasi geolokasi yang menunjukkan titik sumber bahan baku kayu dalam berbagai sistem informasi hasil hutan. Langkah ini diambil untuk memperkuat ketelusuran produk kayu serta memenuhi persyaratan dalam regulasi anti deforestasi Uni Eropa (EUDR).
Menurut Pelaksana Tugas Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK, Agus Justianto, informasi geolokasi telah menjadi bagian dari Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK). Informasi ini menunjukkan lokasi blok tebangan sumber kayu berasal, yang akan diintegrasikan dengan berbagai sistem pemanfaatan hasil hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seperti Sistem Informasi Pengendalian Usaha Pemanfaatan Hutan (SIPASHUT), Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH), Sistem Informasi Rencana Pemanfaatan Bahan Baku Pengolahan Hasil Hutan (SIRPBBPHH), dan Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK).
Agus juga menyatakan bahwa informasi geolokasi dapat membantu produk kayu bersertifikat SVLK dalam proses due diligence (uji tuntas) untuk masuk ke pasar Uni Eropa. Persyaratan due diligence tersebut diatur dalam EUDR yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
EUDR akan menyaring produk kayu serta enam komoditas lainnya yang bersumber dari lahan deforestasi atau menyebabkan degradasi hutan. Indonesia telah mendapat pengakuan dari Uni Eropa terkait SVLK dan disetarakan sebagai lisensi FLEGT (Forest Law Governance and Trade).
Agus menekankan bahwa sertifikasi IFCC-EUDR, sebagai skema sukarela, tetap harus memenuhi aspek legalitas sesuai dengan SVLK. Dewan Pendiri IFCC (Indonesia Forestry Certification Cooperation), Dradjad H Wibowo, menambahkan bahwa mereka sedang mengembangkan sertifikasi untuk mengantisipasi implementasi EUDR. Harapannya, inisiatif ini dapat membantu produk Indonesia diterima di pasar Uni Eropa.