Jokowi Pecat Hasyim Asy’ari dari KPU Secara Tidak Hormat
Presiden Jokowi telah mengambil langkah tegas dengan pecat Hasyim Asy’ari dari jabatannya sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2022-2027. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 73 P yang ditandatangani pada 9 Juli 2024. Pemberhentian dengan tidak hormat ini merupakan tindak lanjut dari putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memutuskan untuk mencopot Hasyim secara permanen dari jabatannya.
Pemberhentian Hasyim Asy’ari tidak terlepas dari sejumlah dugaan pelanggaran serius yang dilakukannya. DKPP menemukan bahwa Hasyim terlibat dalam tindakan asusila terhadap anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) yang bertugas di Den Haag, Belanda. Selain itu, Hasyim juga terbukti menyalahgunakan jabatan, wewenang, dan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, yang merupakan pelanggaran berat terhadap kode etik penyelenggara pemilu.
Menurut Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, keputusan ini diambil sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen pemerintah dalam menjaga integritas penyelenggaraan pemilu. “Menindaklanjuti Putusan DKPP dan sesuai dengan UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Presiden telah menandatangani Keppres No. 73 P tanggal 9 Juli 2024 tentang pemberhentian dengan tidak hormat saudara Hasyim Asy’ari sebagai Anggota KPU masa jabatan tahun 2022-2027,” jelas Ari dalam keterangannya kepada wartawan pada Rabu (10/7/2024).
Pemberhentian Hasyim Asy’ari ini merupakan langkah penting dalam upaya menegakkan standar etika dan integritas di lembaga-lembaga penyelenggara pemilu di Indonesia. Keputusan ini diharapkan dapat memberikan pesan yang kuat bahwa tindakan tidak etis dan penyalahgunaan wewenang tidak akan ditoleransi dalam kepengurusan pemilu.
Sebelumnya, putusan DKPP ini mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan, termasuk Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan (KMPKP). KMPKP menilai bahwa sanksi pemberhentian tetap terhadap Hasyim adalah keputusan yang sangat tepat dan diperlukan untuk menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
“Sanksi pemberhentian tetap adalah keputusan terbaik untuk menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan menjadi pesan yang tegas bahwa tidak ada ruang ataupun toleransi bagi pelaku kekerasan untuk menjadi bagian dari penyelenggara pemilu di Indonesia,” ujar KMPKP, seperti dikutip dari situs resmi Perludem.
Keputusan ini juga menjadi momen penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk menilai kembali sistem pengawasan dan penegakan hukum dalam penyelenggaraan pemilu. Dengan adanya tindakan tegas terhadap pelanggar, diharapkan akan terjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi dan integritas lembaga penyelenggara pemilu di Indonesia.