Jokowi Rencanakan Perubahan BPDPKS Menjadi BPDP, Apa Alasannya?
Pemerintah Indonesia mengumumkan rencana untuk mengubah peran dan fungsi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa perubahan ini bertujuan untuk memperluas cakupan BPDPKS dari yang semula hanya mengelola sektor kelapa sawit, menjadi mencakup berbagai jenis perkebunan utama, termasuk kakao, kelapa, dan karet.
“BPDPKS akan kita konversi menjadi BPDP, yang mencakup pembiayaan untuk sektor perkebunan secara lebih luas, tidak hanya kelapa sawit, tetapi juga kakao, kelapa, dan karet,” ujar Airlangga saat ditemui di kantornya di Jakarta, Kamis (25/7/2024).
Menurut Airlangga, langkah ini diambil karena produktivitas tanaman perkebunan seperti kakao, kelapa, dan karet masih jauh tertinggal dibandingkan kelapa sawit, padahal ketiga komoditas tersebut memiliki peran signifikan dalam perekonomian Indonesia. “Saat ini, produktivitas tanaman kakao, kelapa, dan karet jauh tertinggal dibandingkan kelapa sawit. Padahal, semua ini adalah sektor perkebunan yang penting,” tambahnya.
Airlangga menyoroti bahwa pada puncaknya, perkebunan kakao di Indonesia memiliki luas lahan mencapai 800 ribu hektar, namun kini tersisa kurang dari 200 ribu hektar. Hal ini menyebabkan kekurangan bahan baku untuk industri yang bergantung pada kakao. “Kakao yang dulunya memiliki 800 ribu hektar kebun, sekarang tinggal di bawah 200 ribu hektar. Ini membuat industri kita kekurangan bahan baku,” tegasnya.
Untuk sektor kelapa, Airlangga juga menyoroti ketertinggalan Indonesia dibandingkan Thailand dalam hal pengembangan dan produktivitas. “Di Thailand, bibit kelapa sudah dirancang agar pohonnya pendek sehingga proses panen lebih mudah. Sementara di Indonesia, kita masih jauh tertinggal dalam hal pengembangan tanaman kelapa yang produktif,” ujarnya.
Dengan perubahan ini, diharapkan BPDP dapat mendorong revitalisasi sektor perkebunan yang tertinggal, serta meningkatkan produktivitas dan kontribusi sektor perkebunan utama bagi perekonomian nasional. “Sektor perkebunan kelapa, aren, dan lainnya sangat diperlukan untuk industri makanan dan minuman. Oleh karena itu, kita memerlukan lembaga yang bisa mengurus dan meningkatkan sektor-sektor ini agar lebih produktif,” tutup Airlangga.