Judi Online : Ancaman bagi Aparat TNI dan Polri, Apakah Ini Bukti Pemberantasan yang Setengah Hati?
Pemberantasan judi online, atau yang dikenal sebagai judol, telah menjadi agenda krusial bagi pemerintah Indonesia. Namun, upaya tersebut kerap terhambat dan menghasilkan korban yang merenggut nyawa. Yang lebih menyedihkan lagi, bukan hanya masyarakat awam yang menjadi korban, tapi juga aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang terjerat dalam jaringan judol.
Pada bulan Mei yang lalu, masyarakat dikejutkan dengan kabar meninggalnya Lettu Eko Damara di Yahukimo, Papua Pegunungan. Lettu Eko terlilit utang sebesar Rp 819 juta karena kecanduan judi online, yang terbukti dari riwayat unduhan aplikasi terlarang di ponselnya.
Insiden serupa terulang pada awal bulan Juni 2024, ketika Prada PS ditemukan gantung diri di Rumah Sakit Lapangan Yonkes 1/YKH/1 Kostrad di Jalan Cimandala Raya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Belum lagi kasus terbaru, di mana seorang polisi wanita membakar suaminya, yang juga seorang polisi, akibat kecanduan judi online. Pelaku, Briptu FN, mengungkapkan bahwa korban sering bermain judol menggunakan uang belanja. Konflik tersebut eskalasi hingga terjadi pembakaran.
Regulasi dan Kendala Personel
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengemukakan bahwa beberapa faktor menyebabkan aparat yang seharusnya melawan judol justru terjerumus menjadi pemainnya. Salah satunya adalah kurangnya disiplin dan ketegasan personel, yang membuat mereka rentan terhadap tindakan ilegal semacam itu. Bambang juga menyoroti kurangnya pengawasan dan pemastian etika serta disiplin anggota kepolisian.
Dia menambahkan bahwa secara kemampuan dan prasarana, kepolisian sebenarnya telah mumpuni untuk menangani kasus judi online. Namun, Indonesia masih menghadapi kendala regulasi terkait pola kejahatan siber, termasuk judol yang bersifat tanpa negara. Selain itu, kemauan dan integritas personel juga sering menjadi penghalang dalam pemberantasan judol hingga ke akar-akarnya.
Efek Domino Pemberantasan Judol yang Tak Tuntas
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, menyamakan judi dengan pelacuran yang tetap marak hingga saat ini. Judi, khususnya yang berbasis online, telah memperluas jangkauannya, memungkinkan para penikmatnya bermain tanpa harus bertatap muka. Menurut Agus, judi online adalah kejahatan yang harus diberantas dengan menggunakan instrumen hukum.
Dia menambahkan bahwa orang-orang yang terjebak dalam judol biasanya tertarik oleh tawaran yang muncul di layar komputer atau ponsel mereka. Tawaran tersebut menggiurkan, mengundang rasa penasaran, hingga membuat mereka terjebak dalam lingkaran perjudian.
Agus juga menyoroti praktik pinjaman online yang menjadi bagian dari dampak buruk judol. Pemberantasan judol secara tuntas diyakini akan membawa dampak pada penggunaan pinjaman online ilegal dengan bunga yang tidak masuk akal. Namun, keinginan untuk benar-benar mengatasi judol tampaknya sulit dilakukan karena perputaran uang yang tinggi dan banyak pihak yang terlibat.
Upaya untuk menindak judol perlu diiringi dengan kemauan yang kuat dari pihak berwenang. Tanpa tindakan tegas, tidak mungkin judol akan lenyap. Diperlukan langkah-langkah konkret untuk menegakkan hukum dan mencegah terjadinya korban yang merenggut nyawa akibat kecanduan judi online.