Layanan Pernikahan di Yogyakarta Bebas dari Pungli
Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta memastikan bahwa layanan pernikahan di seluruh kantor urusan agama (KUA) di provinsi ini bebas dari potensi pungutan liar (pungli).
Kepala Bidang Urusan Agama Islam (Urais) Kanwil Kemenag DIY, Jauhar Mustofa, menyebut bahwa Yogyakarta telah menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang tidak memiliki keluhan dari masyarakat terkait pungutan liar dalam layanan pernikahan sejak tahun 2014, ketika dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tentang Biaya Pencatatan Nikah.
Meskipun tidak ada keluhan, Kanwil Kemenag DIY bersama Kemenag kabupaten/kota terus melakukan pengawasan terhadap potensi pungli dalam layanan pernikahan di 78 KUA di DIY. Seluruh KUA telah menyebarkan nomor kontak pengaduan bagi masyarakat.
Menurut Jauhar, peluang pungli semakin berkurang sejak diberlakukan aturan biaya pencatatan nikah, di mana calon pengantin harus membayar uang Pendapatan Nasional Bukan Pajak Nikah dan Rujuk (PNBPNR) sebesar Rp600 ribu ke kas negara jika ingin melangsungkan akad nikah di luar KUA.
Meskipun tidak diperbolehkan menerima pungutan atau gratifikasi dalam bentuk apapun, penghulu yang melayani pernikahan di luar kantor menerima uang transportasi dan jasa profesi langsung dari pemerintah pusat.
Sejak aturan tersebut berlaku, penghulu yang menerima barang atau hadiah dari pihak pengantin setelah pernikahan wajib melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya, Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag RI, Zainal Mustamin, mendorong masyarakat untuk melaporkan praktik pungutan liar (pungli) di KUA melalui aplikasi PUSAKA. Ia menjelaskan bahwa praktik pungli bertentangan dengan program revitalisasi KUA yang tengah digaungkan oleh Kemenag RI. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan keagamaan dan membangun KUA sebagai pusat layanan keagamaan yang prima, kredibel, dan moderat guna meningkatkan kualitas umat beragama.