Para pembimbing manasik haji, menurut Arsad Hidayat, Direktur Bina Haji Kementerian Agama (Kemenag), harus memahami situasi dan masalah yang akan dihadapi oleh calon jamaah haji di Tanah Suci Arab Saudi.
Di Jakarta pada hari Jumat, Arsad mengatakan, “Arsad mengungkapkan bahwa sertifikasi tidak hanya tentang teori semata. Para peserta harus benar-benar dipersiapkan dengan pemahaman praktis sehingga mereka mampu menjelaskan secara komprehensif seluk-beluk manasik haji kepada jamaah, termasuk kondisi nyata dan berbagai masalah di Mekkah dan Madinah.”
Ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di Kemenag saat ini mengikuti program sertifikasi para pembimbing manasik haji profesional.
Arsad menjelaskan bahwa sertifikasi ini bertujuan untuk memberi para pembimbing pemahaman yang mendalam tentang seluruh proses manasik haji, baik dari segi teori maupun praktiknya. Untuk mencapai tujuan ini, sertifikasi ini juga menekankan praktek lapangan selain pertemuan klasik dan pemaparan yang bersifat kognitif.
Arsad juga mengatakan bahwa, lebih dari itu, tanggung jawab para pembimbing adalah memberi tahu jamaah tentang dinamika yang terjadi di lapangan.
Menurut Arif Rahman, Ketua Panitia Manasik, program sertifikasi berlangsung selama lima hari. Setelah tiga hari pelajaran klasik, peserta yang disertifikasi sebagai pembimbing manasik haji profesional melakukan praktek lapangan.
Arif menambahkan, “Sebanyak 100 peserta sertifikasi pembimbing haji profesional ini melaksanakan praktek manasik haji di Masjid Al Jabar di Bandung.”
Menurutnya, para peserta harus memakai pakaian ihram dengan sempurna dan berangkat dari hotel menuju Masjid Al Jabar pada pukul 04.00 WIB.
Di lantai dasar Masjid Al Jabar terdapat Galeri Rasulullah, di mana orang dapat melihat prolog perjalanan Rasulullah dan miniatur lokasi penting dalam sejarah perjalanan syiar Islam. Mereka dapat melakukan ini setelah Shalat Subuh.
Sekitar pukul 07.00 WIB, KH Adam Anhari memberikan presentasi tentang skenario pelaksanaan manasik kepada peserta.
Peserta sertifikasi kemudian dibagi menjadi kelompok berdasarkan kloter, mirip dengan jamaah haji sesungguhnya. Setiap kelompok dipimpin oleh seorang Ketua Ragu atau Ketua Rombongan.
Dia menjelaskan, “Selain materi teoritis, peserta sertifikasi juga mengambil bagian dalam praktek lapangan dan gladi posko. Semua ini dilakukan untuk memberi peserta pemahaman yang akurat tentang kondisi lapangan dan masalah yang mungkin muncul di sana.”