Kemenag : Sidang Isbat Sebagai Forum Bersama dalam Pengambilan Keputusan
Banduung, Penjuru – Kementerian Agama telah mengonfirmasi bahwa sidang isbat, yang diadakan setiap tahun untuk menentukan kalender Islam (Hijriah), merupakan forum bersama antara organisasi masyarakat Islam, ulama, ahli falak, hingga pakar astronomi dalam pengambilan keputusan.
“Sidang isbat dibutuhkan sebagai forum bersama untuk pengambilan keputusan. Ini penting sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan pedoman bagi umat Islam untuk memulai puasa Ramadhan dan merayakan Lebaran,” ujar Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Adib, di Jakarta, pada hari Jumat.
Adib menjelaskan bahwa Kementerian Agama secara rutin menggelar sidang isbat (penetapan) awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah. Hal ini telah berlangsung sejak dekade 1950-an, dengan beberapa sumber yang menunjukkan tahun 1962 sebagai awalnya.
Selanjutnya, dalam perkembangan lebih lanjut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Keputusan Fatwa Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah. Fatwa tersebut menyatakan bahwa penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah Republik Indonesia, khususnya Menteri Agama, dan berlaku secara nasional.
Menurut Adib, sidang isbat menjadi penting karena Indonesia bukanlah negara agama atau sekuler. Oleh karena itu, Indonesia tidak dapat sepenuhnya menyerahkan urusan agama kepada individu atau golongan tertentu.
Sidang isbat menjadi penting karena berbagai organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriyah.
“Dengan banyaknya pandangan yang berbeda, sejalan dengan perbedaan mazhab dan metode yang digunakan, sidang isbat menjadi forum, wadah, dan mekanisme pengambilan keputusan,” katanya.
Dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah bagi para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai organisasi masyarakat Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Hijriyah.
Sidang ini dihadiri juga oleh Duta Besar Negara Sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Perwakilan Mahkamah Agung, Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Perwakilan Badan Informasi Geospasial (BIG), Perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan lainnya.
“Hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar memperoleh kekuatan hukum. Jadi, bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam sidang isbat,” kata Adib.
Sidang Isbat penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah, kata Adib, tidak hanya dilakukan di Indonesia. Negara-negara Arab juga melakukan isbat setelah menerima laporan rukyat dari lembaga resmi pemerintah atau individu yang telah diverifikasi dan dinyatakan sah oleh Majlis Hakim Tinggi.
Peran pemerintah dalam proses sidang isbat adalah memfasilitasi organisasi masyarakat Islam dan para pihak untuk bermusyawarah. Hasil sidang isbat kemudian diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Agama untuk memperoleh kekuatan hukum yang dapat diikuti oleh masyarakat.