Kemendikbud-Ristek Tingkatkan Pendidikan Karakter bagi Peserta Didik LKP
Lembaga kursus dan pelatihan (LKP) sering dipilih masyarakat untuk mengakses keterampilan karena fleksibel dan memiliki durasi belajar yang singkat. Namun, agar dapat bersaing di dunia kerja, peserta didik LKP tidak hanya membutuhkan keterampilan teknis, tetapi juga karakter yang kuat.
Untuk memperkuat pendidikan karakter di LKP, Direktorat Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek berkolaborasi dengan Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam acara “Penguatan Pendidikan Karakter di Lembaga Kursus dan Pelatihan”.
Acara yang berlangsung secara daring pada Selasa (31-7-2024) ini diikuti oleh sekitar 1.700 peserta, termasuk perwakilan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Balai Besar/Balai Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi (BB/BPPMPV), Organisasi Mitra, Organisasi Profesi, Lembaga Sertifikasi Kompetensi, serta Pengelola dan Instruktur LKP.
Direktur Kursus dan Pelatihan, Nahdiana, mengatakan bahwa LKP sebagai satuan pendidikan nonformal mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Dengan adanya SKL, para peserta didik tidak hanya dituntut untuk terampil secara teknis, tetapi juga mencakup sikap dan tata nilai yang merupakan penerapan dari pendidikan karakter.
“Pendidikan karakter menjadi hal yang sangat penting untuk membangun kesadaran diri bagi peserta didik kursus dalam pengamalan nilai-nilai sebagai warga negara Indonesia yang bermartabat sebagai Profil Pelajar Pancasila secara utuh,” kata Nahdiana dalam keterangannya.
Menurut Nahdiana, karakter peserta didik seperti beriman, mandiri, kreatif, bernalar kritis, dan bergotong-royong sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan dunia kerja. Oleh karena itu, proses pembelajaran di LKP perlu memastikan penguatan karakter peserta didik yang selaras dengan Profil Pelajar Pancasila.
“Rendahnya tingkat ketahanan lulusan menghadapi budaya dunia kerja menjadi refleksi bagi Direktorat Kursus dan Pelatihan. Ada ruang pendidikan karakter yang perlu dikuatkan, dan menjadi perhatian upaya bersama para stakeholder pada kursus dan pelatihan,” tambah Nahdiana.
Senada dengan Nahdiana, Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Vokasi, Kiki Yuliati, mengatakan bahwa Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi berkomitmen kuat untuk mengimplementasikan pendidikan karakter di seluruh satuan pendidikan vokasi. Hal ini sejalan dengan semangat Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter di Satuan Pendidikan Formal.
“Walaupun belum ada secara eksplisit bagi satuan pendidikan nonformal, tapi seyogyanya sebagai satuan pendidikan vokasi, LKP mempunyai tanggung jawab untuk mengantarkan peserta didik memiliki nilai lebih sebagai warga negara Indonesia yang lebih bermartabat,” ujar Dirjen Kiki.
Menurut Dirjen Kiki, dalam empat tahun terakhir, sudah ada 331.033 lulusan program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) dan Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) yang tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia, dengan 73% lulusannya mampu bekerja dan berwirausaha. Melihat angka tersebut, program PKK dan PKW menunjukkan hasil yang memuaskan.
“Namun, untuk bisa terus bertahan, perlu dukungan penguatan sikap dan mental menghadapi budaya di dunia kerja,” kata Dirjen Kiki.
Selain itu, Dirjen Kiki menambahkan, berdasarkan Data Tracer Study Program PKK 2023, sebanyak 140 lulusan program PKK mampu bekerja di luar negeri. Atas dasar tersebut, penguatan pendidikan karakter menjadi penting untuk meningkatkan kecintaan pada negara Indonesia dan menanamkan nilai luhur bangsa yang berkarakter.
“Tujuan pembangunan pendidikan yang berkualitas secara global adalah menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua,” pungkas Dirjen Kiki.
Kepala Pusat Penguatan Karakter, Rusprita Putri Utami, menyampaikan bahwa tidak hanya pendidikan formal, pendidikan karakter juga perlu dibekalkan di pendidikan nonformal, terutama kepada peserta didik LKP. Hal ini sebagai bekal menghadapi tantangan dunia industri yang berubah cepat dan sering dipengaruhi oleh banyak faktor yang sulit dikontrol.
“Untuk itu diperlukan karakter yang kuat dan berdaya lenting,” kata Rusprita dalam paparannya di acara yang sama.
Hadirnya Puspeka sebagai unit kerja di Kemendikbud-Ristek, lanjut Rusprita, berperan dalam tiga mandat utama, yaitu penguatan karakter melalui enam dimensi utama yang berpedoman pada Profil Pelajar Pancasila, pencegahan kekerasan di satuan pendidikan, serta penguatan inklusivitas dan kebinekaan.
Enam dimensi utama yang berpedoman pada Profil Pelajar Pancasila yang dimaksud adalah beriman, mandiri, bergotong-royong, kreatif, bernalar kritis, dan berkebinekaan global, yang keenamnya dapat menghadirkan pembelajar sepanjang hayat.
“Jadi, walaupun disebut pelajar, batas usianya bukan hanya anak-anak. Bahkan, yang sudah dewasa bisa menjadi pelajar sepanjang hayat yang membutuhkan ilmu, pengetahuan, keterampilan baru, dan kecakapan hidup,” jelas Rusprita.