Komisi X DPR : Pentingnya UKT Terjangkau dalam Mewujudkan Indonesia Emas
Biaya kuliah atau Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang terjangkau dianggap sebagai faktor penting dalam mewujudkan visi Indonesia Emas pada tahun 2045 mendatang, menurut penilaian Komisi X DPR RI. Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, menegaskan urgensi perlunya biaya pendidikan tinggi yang terjangkau mengingat target Indonesia untuk menjadi Indonesia Emas pada tahun 2045.
Meskipun alokasi dana pendidikan sudah mencapai 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Huda menyoroti peningkatan biaya pendidikan tinggi belakangan ini. Sebagai contoh, tahun ini, sekitar Rp665 triliun dari APBN dialokasikan untuk sektor pendidikan di Indonesia.
Huda menilai bahwa kenaikan biaya pendidikan tinggi, terutama dalam hal Uang Kuliah Tunggal (UKT), menjadi hal yang kurang sesuai dengan alokasi anggaran pendidikan yang besar tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, Komisi X membentuk Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan. Tujuan dari Panja ini adalah untuk memastikan biaya pendidikan di Indonesia tetap terjangkau bagi masyarakat.
Panja Pembiayaan Pendidikan diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang efektif dan efisien terkait pengelolaan anggaran pendidikan. Hal ini diharapkan akan menjadi dasar bagi pengelolaan anggaran pendidikan pada tahun berikutnya, sehingga layanan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas dapat terwujud.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengklarifikasi bahwa tidak terjadi kenaikan UKT secara umum, melainkan penambahan kelompok UKT di beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Penambahan ini dilakukan untuk memberikan fasilitas kepada mahasiswa dari keluarga mampu.
Namun demikian, terdapat permasalahan terkait skala peningkatan biaya UKT yang signifikan di beberapa PTN, yang menimbulkan polemik dan menyebabkan gelombang demonstrasi mahasiswa di beberapa daerah. Pemerintah telah mengatur bahwa di setiap PTN, minimal harus ada UKT golongan satu dan golongan dua sebanyak 20 persen untuk memastikan akses pendidikan tinggi berkualitas bagi masyarakat yang kurang mampu.