Kompers Menilai RUU Penyiaran Berpotensi Membungkam Pers
Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompres) menilai bahwa Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran berpotensi membungkam kebebasan pers, yang merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi.
Selain itu, pasal-pasal dalam revisi tersebut juga dapat membatasi kebebasan berekspresi masyarakat Indonesia.
Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Surabaya, Suryanto, mengatakan bahwa RUU Penyiaran ini mengandung sejumlah ketentuan yang dapat digunakan untuk mengontrol serta menghambat kerja jurnalistik.
“Beberapa pasal, bahkan mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu. Ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang telah kita perjuangkan bersama,” ucapnya.
Selain itu, lanjutnya, pasal-pasal bermasalah dalam revisi tersebut memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengatur konten media.
“Hal ini dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c, dan pasal 42 ayat 2,” katanya.
Suryanto menjelaskan bahwa adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang dianggap membuat pemberitaan kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi wartawan.
“Oleh karena itu, kami menuntut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI segera menghentikan pembahasan Revisi Undang-Undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah ini. Selain itu, penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil,” ujarnya.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Eben Haezer Panca, menambahkan bahwa dalam RUU Penyiaran tersebut, independensi media dapat terancam.
“Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E,” ucapnya.
Selain itu, munculnya pasal-pasal yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi menghilangkan lapangan kerja bagi pekerja kreatif, seperti tim konten YouTube, podcaster, pegiat media sosial, dan lain sebagainya.
“Kami menuntut dan menyerukan agar setiap regulasi yang dibuat harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers. Kami juga menyerukan kepada seluruh insan pers, pekerja kreatif, dan pegiat media sosial di Surabaya khususnya, untuk turut serta menolak RUU Penyiaran ini. Kami percaya bahwa kebebasan pers dan kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang harus dijaga dan dilindungi,” ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya yang tergabung dalam Kompres akan terus mengawal proses legislasi ini.
“Kami akan terus mengawal proses legislasi ini dan siap melakukan aksi massa lanjutan jika tuntutan kami tidak dipenuhi,” tuturnya.
Adapun anggota Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompres) yang menolak RUU Penyiaran di Surabaya terdiri atas Pewarta Foto Indonesia (PFI) Surabaya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Jatim, KontraS Surabaya, LBH Lentera, LBH Surabaya, Aksi Kamisan Surabaya, PPMI DK Surabaya, dan Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA).