Kontroversi Stop Imunisasi Anak, Bagaimana Dampaknya pada Tubuh Si Kecil?
Sebuah keputusan untuk menghentikan imunisasi anak karena kekhawatiran akan potensi risiko bagi si kecil telah menjadi perdebatan sengit di kalangan warganet. Perbincangan ini bermula dari unggahan video di TikTok yang kemudian disebarluaskan di media sosial X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter) oleh akun @tanyakanrl pada Jumat (26/4/2024) malam.
Dalam video tersebut, seorang ibu memaparkan alasan mengapa dia memutuskan untuk menghentikan imunisasi anaknya. Ibu tersebut menyatakan bahwa setelah anaknya menerima vaksinasi DPT pada awal kelahiran dan saat usia 1 bulan, anaknya justru mengalami banyak keringat dan merasa dingin, bukan demam seperti yang dijelaskan oleh petugas kesehatan. Atas dorongan hati dan diskusi dengan suaminya, akhirnya ia memilih untuk tidak melanjutkan imunisasi anaknya.
Unggahan tersebut langsung mendapat respons dari warganet, dengan sebagian menyatakan kekecewaan dan kekhawatiran terhadap keputusan tersebut. Mereka menyoroti bahwa imunisasi merupakan hak anak dan mengkritik keputusan untuk menghentikannya.
Dampak Stop Imunisasi Anak
Dalam konteks ini, dr. Aisya Fikritama, seorang dokter spesialis anak di Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret (RS UNS) Solo, menjelaskan bahwa menghentikan imunisasi anak dapat meningkatkan risiko terkena penyakit tertentu. Sebagai contoh, imunisasi DPT bertujuan untuk melindungi anak dari penyakit difteri, pertusis, dan tetanus.
“DPT memiliki tujuan untuk melindungi anak dari penyakit dan komplikasi yang dapat timbul akibatnya. Jadi, ketidakimunisasi akan membuat anak lebih rentan terhadap penyakit-penyakit tersebut,” ujar dr. Aisya
Difteri adalah penyakit menular yang menyerang selaput lendir hidung dan tenggorokan, disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diptheriae. Sedangkan pertusis atau batuk rejan disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis dan dapat menyebabkan peradangan pada saluran pernapasan. Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Clostridium tetani, yang menyerang saraf yang mengendalikan otot.
Menurut dr. Aisya, imunisasi DPT harus diberikan sebelum anak berusia satu tahun untuk mengurangi risiko infeksi bakteri penyebab penyakit tersebut. Namun, perlu diingat bahwa vaksinasi DPT hanya diberikan pada anak yang dalam kondisi sehat, sehingga jika anak sedang sakit atau lemah, vaksinasi perlu ditunda.
Efek Samping imunisasi DPT
Terkait efek samping imunisasi DPT, dr. Aisya menjelaskan bahwa meskipun ada efek samping seperti demam ringan, rewel, nyeri, kemerahan, dan bengkak pada area suntikan, namun efek samping tersebut dapat diatasi. “Biasanya efek samping ini berlangsung selama satu hingga tiga hari pasca-imunisasi. Namun tidak perlu khawatir, karena bisa diredakan dengan pemberian asetaminofen atau parasetamol,” ujarnya.
Meskipun demikian, dr. Aisya menekankan bahwa efek samping berat seperti demam tinggi atau reaksi alergi berat sangat jarang terjadi, sehingga orangtua tidak perlu terlalu khawatir untuk memberikan imunisasi kepada anak mereka. “Efek samping dari imunisasi DPT ini sangat ringan dibandingkan manfaatnya yang besar dalam mencegah komplikasi penyakit,” tambahnya.