KPAI : Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Anak Harus Mengacu pada UU SPPA
Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Penanganan kasus kekerasan seksual. Terhadap anak harus tertangani sesuai dengan peraturan yang berlaku, terutama Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
“Kekerasan seksual pada anak seharusnya tertangani sesuai aturan hukum yang berjalan. Saat ini sudah ada Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan UU SPPA, jika tersangkanya anak,” kata Dian Sasmita, anggota KPAI.
Pernyataan ini terbuat sebagai tanggapan terhadap kasus pemerkosaan seorang siswi SMP berusia 16 tahun di Kota Palopo. Sulawesi Selatan. Orang tua korban mencabut laporan polisi, dan delapan pelaku telah bebas.
Dian Sasmita menekankan bahwa anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual berhak atas penanganan cepat dan profesional dari masalah mereka. Selain itu, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA)/Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) setempat memiliki tanggung jawab untuk mendampingi dan memulihkan korban.
Apakah korban telah menerima bantuan dan perawatan pemulihan? Dia menegaskan bahwa penting untuk memastikan bahwa hak-hak korban tidak terabaikan.
Selain itu, Dian Sasmita menekankan bahwa UU TPKS melindungi korban dari hak restitusi atas penderitaan yang teralaminya. Proses hukum harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip UU SPPA ketika kasus melibatkan anak yang dianggap sebagai Anak Berkonflik Hukum (AKH). Dalam kasus ini, keterlibatan pekerja sosial dan Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan (PK Bapas) sangat penting untuk memastikan bahwa proses hukum sesuai dengan prinsip-prinsip UU SPPA yang menggunakan pendekatan keadilan restoratif.
Sebelumnya, kasus pemerkosaan siswa SMP di Palopo mengejutkan ketika orang tua korban menolak laporan dan delapan pelaku dibebaskan.