Laporan WMO Menyatakan Tahun 2023 sebagai Tahun Terpanas
Bandung, Penjuru – Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) telah menyatakan bahwa tahun 2023 merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah, dengan tingkat panas lautan juga mencapai tingkat tertinggi.
“Sekali lagi, kita mendekati batas bawah 1,5 derajat Celcius Perjanjian Paris tentang perubahan iklim, meskipun hanya bersifat sementara,” kata Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo, dalam sebuah pernyataan yang diterima di Jakarta pada hari Rabu.
Dalam laporan terbaru WMO, “State of the Global Climate 2023”, dikonfirmasi bahwa tahun 2023 memang merupakan tahun terpanas dengan rata-rata temperatur global mencapai 1,45 derajat Celcius di atas rata-rata pra-industri. Tahun tersebut melampaui rekor sebelumnya pada tahun 2016 yang mencatatkan kenaikan sebesar 1,29 derajat Celcius di atas rata-rata pra-industri.
Selama tahun 2023, hampir sepertiga dari lautan global mengalami gelombang panas laut, yang berdampak signifikan terhadap ekosistem penting dan sistem rantai makanan. Pada akhir tahun, lebih dari 90 persen wilayah lautan mengalami kondisi gelombang panas laut di titik-titik tertentu.
Rata-rata permukaan laut global mencapai rekor tertinggi yang pernah tercatat. Laju kenaikan permukaan air laut dalam sepuluh tahun terakhir, atau periode 2014-2023, meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan dekade sebelumnya, yaitu pada periode 1993-2002.
Konsentrasi tiga gas rumah kaca (GRK) utama, yaitu karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida, juga mencapai rekor tertinggi pada tahun 2022. Meskipun ada beberapa penurunan pada tahun 2023, namun data menunjukkan bahwa di beberapa lokasi terjadi peningkatan kembali.
Level CO2 saat ini lebih tinggi sekitar 50 persen dibandingkan dengan masa pra-industri, yang menyebabkan peningkatan perangkapan panas di dalam atmosfer. Hal ini menandakan bahwa temperatur akan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang.
“Perubahan iklim tidak hanya berkaitan dengan peningkatan temperatur. Apa yang terjadi pada tahun 2023, terutama dalam hal pemanasan laut, penyusutan gletser, dan hilangnya es laut di Antartika, juga menjadi sumber kekhawatiran,” tambah Saulo.
Namun, di tengah ketidakpastian ini, ada secercah harapan. Upaya global untuk beralih ke sumber energi terbarukan, terutama yang menggunakan tenaga matahari, angin, dan air, telah menjadi sorotan dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Pada tahun 2023, penambahan kapasitas energi terbarukan meningkat hampir 50 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, mencapai total 510 gigawatt (GW), angka tertinggi dalam dua dekade terakhir.