Mukhtarudin, anggota Komisi VII DPR, menganggap distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi gas 3 kg oleh Pertamina saat ini sesuai dengan kuota yang ditetapkan pemerintah.
Menurut Mukhtarudin, karena elpiji 3 kg adalah produk subsidi atau kewajiban layanan publik (PSO), distribusi harus sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Gas melon adalah produk PSO, atau subsidi. Di Jakarta, pada hari Selasa, dia menyatakan bahwa kuota telah ditetapkan sejak awal dan penyaluran yang dilakukan Pertamina sesuai dengan kuota tersebut.
Namun, Mukhtarudin mengakui bahwa penyaluran gas bersubsidi yang tidak tepat sasaran sangat mungkin terjadi pada pola distribusi terbuka seperti saat ini, terutama pada tingkat pengguna akhir.
Menurutnya, ada kemungkinan bahwa individu yang tidak memenuhi syarat juga membeli gas bersubsidi, seperti yang sering terjadi bagi orang kaya untuk membeli LPG 3 kg dengan menggunakan mobil.
Melalui telepon, dia menambahkan, “Padahal sudah jelas bahwa gas melon hanya diperuntukkan bagi orang miskin dan usaha mikro. Tapi faktanya, banyak orang mampu dan restoran besar yang menggunakan BBM bersubsidi ini.”
Menurut Mukhtarudin, kondisi yang tidak tepat sasaran ini sering menyebabkan gas 3 kg menjadi langka karena jatah yang seharusnya diberikan kepada orang miskin malah dibeli oleh orang kaya.
Menurutnya, orang kaya dapat membeli dua atau tiga tabung sekaligus, tetapi orang miskin tidak bisa.
Selain itu, ia menyatakan bahwa karena permintaan gas 3 kg meningkat selama bulan tertentu seperti Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha, atau Tahun Baru, kelangkaan ini biasanya terjadi.
Mukhtarudin berpendapat bahwa kondisi tidak tepat sasaran ini harus terus diperbaiki, termasuk melalui peningkatan pengawasan. Dia juga percaya bahwa budaya malu harus diterapkan pada masyarakat.
Dia tegaskan bahwa orang kaya tidak seharusnya malu membeli gas melon, terutama jika pada tabungnya tertulis bahwa produk tersebut hanya dimaksudkan untuk orang miskin.