Majelis Kehormatan MK Gelar Pertemuan Tertutup dengan 9 Hakim Konstitusi
Fajar Laksono, Kepala Biro Hukum Administrasi dan Kepaniteraan MK, Memberikan Penjelasan pada Pertemuan Tertutup Majelis Kehormatan MK
Sebagaimana dinyatakan oleh Fajar Laksono, Kepala Biro Hukum Administrasi dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK), Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), yang sedang menyelidiki laporan masyarakat terkait putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, telah mengatur pertemuan tertutup dengan sembilan hakim konstitusi.
“Pertemuan dengan seluruh hakim konstitusi tersebut bukanlah forum sidang,” kata Fajar. Berbicara kepada wartawan di Jakarta pada hari Senin, dia berkata, “Agendanya hari Senin ini (30/10) jam 16.00, tapi tertutup.”
Sebelum ini, Jimly Asshiddiqie, Ketua MKMK, menyatakan bahwa organisasinya sedang membuat mekanisme pemeriksaan. Dia akan mengadakan pertemuan dengan sembilan hakim konstitusi pada hari Senin untuk mempresentasikan mekanisme pemeriksaan tersebut.
Setelah rapat MKMK yang diadakan di Gedung II MK di Jakarta pada tanggal 26/10, Jimly juga memberikan penjelasan, “Jadwalnya lagi disusun, ada yang diperiksa secara berkelompok sembilan, ada yang satu orang, ada yang dua orang, ada yang lima orang, dan ada yang diperiksa sendiri-sendiri, tergantung pada kasus laporannya.”
Selain itu, Jimly menyatakan bahwa pemeriksaan tertutup sembilan hakim konstitusi akan dilakukan untuk mematuhi peraturan internal MK dan untuk menjaga kehormatan para hakim.
“Kita harus tetap menjaga kehormatan sembilan hakim. Maka, aturan ini tertutup karena kita harus menjaga hak hakim agar tidak terpapar di depan umum. Hal ini justru akan merusak citra institusi,” kata Jimly.
Almas Tsaqibbirru Re A., seorang WNI dari Surakarta, Jawa Tengah, mengajukan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang sebagian diabulkan oleh MK pada tanggal 16 Oktober.
Pencalonan untuk pemilihan presiden harus memiliki usia minimal empat puluh tahun atau pengalaman sebagai kepala daerah di tingkat provinsi, kabupaten, atau kota.
Keputusan tersebut menyebabkan perdebatan dan dituduh memiliki konflik kepentingan. Kemudian muncul sejumlah laporan masyarakat yang meragukan pelanggaran kode etik oleh hakim konstitusi selama pemeriksaan dan keputusan perkara tersebut.