“Masih Ada Kendala dalam Penanganan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Indonesia”
Masalah penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia masih menjadi perhatian serius, terutama dalam konteks Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (PKDRT). Salah satu kendala utama adalah masih dilihatnya kasus KDRT sebagai urusan pribadi, yang mengakibatkan banyak korban enggan melapor.
Menurut Tri Palupi Diah Handayati dari Unit Pelaksana Teknis Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPPA) DKI Jakarta, kompleksitas kasus KDRT yang dianggap sebagai urusan pribadi seringkali membuat korban enggan melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami. Mereka merasa bahwa tindakan tersebut adalah suatu aib yang sebaiknya tidak diketahui oleh orang lain, yang kemudian menghambat upaya penegakan UU PKDRT dan perlindungan terhadap korban.
Selain itu, kendala lainnya meliputi perbedaan perspektif di antara berbagai pihak yang terlibat dalam penanganan kasus KDRT, termasuk perspektif masyarakat dan pemangku kepentingan yang mungkin belum sepenuhnya memahami batasan dan prosedur layanan yang ada.
Kendala lain mencakup kurangnya pemanfaatan skema perlindungan khusus bagi korban KDRT dan kurangnya upaya pemberdayaan korban.
Eni Widiyanti dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menekankan bahwa jumlah kasus KDRT yang dilaporkan hanyalah puncak gunung es. Banyak kasus KDRT sebenarnya tidak dilaporkan, dan pihak berwenang yakin bahwa jumlah sebenarnya jauh lebih besar dari yang dilaporkan.
Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah melalui Kementerian PPPA menggarisbawahi pentingnya sosialisasi UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT. Meskipun undang-undang ini telah berlaku selama hampir dua dekade, masih diperlukan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menghapus KDRT.