Memahami “Parliamentary Threshold” Kriteria Partai Politik untuk Masuk ke Parlemen
Ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh partai politik agar dapat masuk ke Parlemen atau Senayan. Ini merupakan syarat minimal persentase perolehan suara dari total suara sah dalam Pemilu agar partai tersebut dapat diikutsertakan dalam penentuan perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Meski semua partai politik ikut serta dalam pemilu, tidak semua dapat melenggang ke parlemen karena harus memenuhi parliamentary threshold.
Penjelasan Mengenai Parliamentary Threshold:
Ambang batas parlemen pertama kali diterapkan pada Pemilu 2009 dengan persyaratan 2,5 persen dari total suara sah. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, disebutkan bahwa partai harus memenuhi ambang batas minimal 4 persen dari total suara sah secara nasional agar dapat masuk ke parlemen. Partai yang tidak memenuhi ambang batas ini tidak diikutsertakan dalam penghitungan perolehan kursi DPR di setiap daerah pemilihan.
Cara Menghitung Kursi Anggota DPR:
Suara sah setiap partai yang memenuhi ambang batas akan dibagi dengan bilangan pembagi, diikuti secara berurutan dengan bilangan ganjil 1, 3, 5, 7, dan seterusnya. Penghitungan suara ini menggunakan metode Sainte-Laguë Murni, yang mengalokasikan kursi yang diperoleh setiap partai politik dalam sebuah daerah pemilihan. Contohnya, partai A mendapatkan kursi pertama karena memiliki suara terbanyak setelah pembagian dengan bilangan pembagi pertama, yaitu 1. Proses penghitungan kursi dilanjutkan dengan pembagian suara berdasarkan bilangan pembagi berikutnya.
Implikasi dan Ruang Lingkup:
Parliamentary threshold berlaku di tingkat nasional untuk kursi DPR RI. Partai yang mencapai ambang batas ini dapat menempatkan wakilnya di DPR RI. Namun, penghitungan kursi DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota tidak menggunakan aturan ini dan hanya berdasarkan jumlah suara yang diperoleh.