Memanfaatkan Limbah Organik sebagai Aset dalam Ekonomi Sirkular
Karena tidak semua sampah dapat didaur ulang dengan nilai ekonomi yang tinggi, seringkali ada hambatan dalam proses mewujudkan sistem ekonomi sirkular. Sampah dapat didaur ulang menjadi bijih plastik, kertas dapat didaur ulang menjadi bubur kertas, dan logam bahkan dapat didaur ulang menjadi bijih besi yang sangat murah. Ketiganya sekarang dianggap sebagai sampah, tetapi digunakan sebagai bahan baku untuk industri plastik, kertas, dan besi.
Namun, sampah organik seringkali tidak mendapat perhatian yang seharusnya karena nilainya ekonomi yang rendah. Sampah organik masih menjadi masalah, terutama di kota-kota yang padat karena pembusukan yang menghasilkan air lindi dan bau yang tidak sedap. Biasanya, pengolahan sampah organik hanya menghasilkan pupuk kompos yang murah.
Sayangnya, banyak orang belum tahu bagaimana mengolah sampah organik rumah tangga. Sampah organik berasal dari rumah tangga, mal atau pusat perbelanjaan, pasar tradisional, rumah makan, dan perkantoran di wilayah perkotaan.
Contohnya, lima ton sampah dihasilkan setiap hari di sebuah mal di Bandung. Sepuluh persen di antaranya adalah sampah organik, yang sering diabaikan oleh perusahaan pengolah sampah. Untuk alasan ini, sampah organik adalah bagian terbesar dari tumpukan sampah di tempat pembuangan akhir sampah.
Di kawasan Bodetabek, ada beberapa tempat pembuangan sampah (TPA) yang menerima jumlah sampah yang sangat besar setiap hari. Beberapa di antaranya adalah TPA Galuga, TPA Cipayung di Depok, dan TPA Rawa Kucing di Kota Tangerang. Bahkan, Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, adalah TPA dengan kapasitas terbesar. Sampah yang diangkut ke TPA ini seringkali tidak dibedakan antara sampah organik dan non-organik, dan proporsi sampah organik biasanya antara 80 dan 90%.
Bayangkan jika bahan organik dari sampah ini dapat diubah menjadi produk yang memiliki nilai lebih bagi peternak dan petani. Posisi ini sangat luar biasa.
Untuk mengurangi sampah organik, biokonversi limbah rumah tangga menjadi sumber pakan alternatif seperti jangkrik dan maggot. Kedua serangga ini dapat digunakan sebagai pakan alternatif untuk ikan, ternak, dan hewan peliharaan.
Maggot dan jangkrik semakin dicari karena harga bahan pakan seperti jagung dan dedak terus meningkat dan semakin sulit didapatkan. Kedua serangga ini mengandung bahan tambahan yang dapat meningkatkan kadar nutrisi, terutama sampah organik seperti daging tulang daging (MBM), yang biasanya diimpor dalam jumlah besar. Maggot, yang merupakan larva dari lalat buah jenis Black Soldier Fly (BSF), dapat digunakan sebagai pengganti MBM. Maggot cocok untuk pakan ternak dan hewan karena komposisi nutrisinya yang baik, harganya bersaing, dan produksinya cepat.
Demikian pula, jangkrik budi daya dapat menjadi alternatif pakan karena memiliki kadar protein tinggi. Karena kandungan nutrisinya yang tinggi, jangkrik olahan sangat baik untuk ayam pedaging, ayam petelur, burung, dan ikan. Jangkrik tepung, yang telah banyak diteliti dan digunakan sebagai alternatif pakan ketika harga konsentrat pakan tinggi, memiliki protein kasar antara lima puluh hingga enam puluh persen.
Banyak negara, terutama di Asia seperti Thailand, Kamboja, Tiongkok, Korea, dan Jepang, telah mengonsumsi jangkrik sebagai sumber protein. Negara-negara di Amerika Serikat dan Australia juga mulai mencoba memakannya sebagai sumber protein. Selain itu, penelitian ilmiah menunjukkan bahwa jangkrik mengandung jumlah protein yang lebih tinggi daripada beberapa sumber protein hewani yang umum, seperti kambing dan ayam, dan tubuh manusia dapat mencernanya dengan baik. Bubuk protein jangkrik mencakup sekitar 65,5% dari total protein, dan beberapa spesies jangkrik mengandung semua sembilan asam amino esensial yang diperlukan.
Selain itu, penelitian telah menunjukkan bahwa konsumsi jangkrik dapat meningkatkan kandungan bakteri menguntungkan dalam usus manusia. Dengan demikian, biokonversi sampah organik menjadi serangga untuk pakan merupakan alternatif yang menjanjikan dalam memanfaatkan sampah organik yang selama ini hanya diolah menjadi kompos pertanian. Potensi ini dapat memberikan manfaat ekonomi yang tinggi sambil mengurangi masalah sampah organik di perkotaan.