Menelusuri Jejak BersejaraPulau Onrusth Pulau Onrust yang Harus Tetap Dikenang
Onrust adalah sebuah pulau kecil di tengah lautan lepas, di antara gugusan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Kisah masa lalu pulau ini sangat kaya dan mengesankan.
Pulau Onrust, yang dipenuhi pohon bakau dan tidak berpenghuni, sempat menjadi tempat istirahat bagi para Sultan Keraton Banten pada tahun 1522-an. Itu karena berada di pangkal perlintasan kapal saat masuk ke Pulau Jawa.
Kondisi itu juga berubah secara signifikan saat VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) menduduki pulau paling utara Jakarta pada tahun 1610.
Pulau Onrust menjadi semakin penting di tangan VOC kolonial; mereka menjadikannya gudang rempah-rempah, dermaga pembuatan dan perbaikan kapal terbaik di dunia.
Sebagaimana ditulis oleh James Cock, hal ini dibuktikan. Dalam sejumlah tulisan, penjelajah asal Inggris ini menyatakan bahwa galangan kapal Onrust adalah yang terbaik di dunia karena dilengkapi dengan peralatan canggih yang digerakkan oleh tenaga mekanis kincir angin.
Pulau seluas lapan hektare itu dibuat oleh John Peter menjadi basis pertahanan laut dan pusat pasukan kolonial di Nusantara pada tahun 1619.
Sebagai pemimpin pasukan VOC Belanda, John Peter secara rahasia membangun benteng pertanahan di Pulau Onrust. Ini memungkinkan mereka untuk menyerang Jayakarta. Pada tahun 1620, Belanda membangun Kota Batavia di pusat Ibu Kota Jakarta.
Namun, seiring berjalannya waktu, sejarah Pulau Onrust hampir terlupakan karena pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memiliki banyak catatan sejarah.
Pemerintah melakukan penggalian arkeologi di pulau ini untuk menemukan jejak sejarah yang telah lama terpendam.
Eksperimen arkeologi
Tim arkeologi dari Dinas Kebudayaan DKI Jakarta melakukan ekskavasi di Pulau Onrust. Tujuannya adalah untuk menyelidiki dan memastikan jejak sejarah kolonial yang mungkin masih ada di wilayah Ibu Kota.
Kegiatan ini berlangsung selama empat belas hari (8–22 November 2023). Fokus penelitian adalah Pulau Onrust, yang tertetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya oleh Keputusan Gubernur Jakarta Nomor 2209 tahun 2015.
Menurut kepala tim ekskavasi arkeologi Candrian Attahiyat, sisa-sisa benteng pertahanan Pulau Onrust tergunakan sebagai pertahanan laut di utara Batavia selama era kolonial.
Benteng pertama di Pulau Onrust berbentuk persegi 4 dengan 2 pos pengamanan sudut dan courtine yang tidak panjang.
Penemuan ini dasar pada penelitian ekskavasi arkeologi sebelumnya yang terlakukan Candrian dari tahun 1981 hingga 1995.
Tetapi temuan penelitian sebelumnya belum cukup, jadi perlu penelitian lebih lanjut. Ini adalah hasil dari temuan arkeologi bahwa ada benteng lain yang lebih besar. Sekitar 1671, pembangunan bermulai.
Sebagaimana tergambarkan dalam peta tahun 1744 oleh J.W. Heiydt, benteng besar ini berukuran 2/3 pulau dan memiliki bentuk segi lima dengan banyak bastion di setiap sisi.
Akibatnya, tim arkeologi ingin menemukan dan membuktikannya melalui penelitian ekskavasi ini. Mencari titik-titik akses keluar-masuk dan batas-batas benteng adalah tujuan utama mereka. Pelestarian cagar budaya Pulau Onrust bergantung pada tujuan ini.
Sejarah Pulau Onrust
Percobaan Ini keduanya sulit karena subjek penelitian adalah sisa-sisa pondasi pertahanan besar Onrust di lapisan tanah paling bawah.
Di atasnya terdiri dari 3 lapisan bangunan yang terbangun pada abad berikutnya. Meskipun sulit, tim berhasil menemukannya. Ini menunjukkan bahwa Pulau Onrust terus berkembang dari tahun 1600 hingga 1990.
Pulau Onrust tidak hanya menjadi tempat pendaratan kapal dan benteng pertahanan Hindia Belanda selama era VOC, tetapi juga menjadi tempat karantina virus Leptospirosis untuk semua jemaah haji yang kembali dari Mekkah, Arab Saudi.
Selain itu, menjadi tempat penjara bagi para pejuang kemerdekaan Tanah Air selama masa kolonial Jepang. Chandrian mengungkapkan beberapa nama, termasuk DN Aidit dan J.N Katili.
Pulau Onrust masih memiliki semua bangunan lintas abad yang masih ada, meskipun beberapa sudah menjadi puing-puing pondasi bangunan, bebatuan, dan bongkahan kayu jati besar serta beberapa buah meriam.
Candrian Attahiyat menyatakan bahwa temuan ini belum semuanya karena sebagian besar rusak dan hilang karena penjarahan oleh warga dampak kekosongan pemerintahan pada tahun 1960-1965. Ini sangat tersayangkan, meskipun ini penting sebagai bukti sejarah.
Namun, arkeolog Universitas Indonesia berusia 76 tahun ini yakin bahwa semua temuan penelitian mereka akan terkirim ke pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk simpanan dan menggunakannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Potensi untuk wisata sejarah di masa depan
Penelitian ekskavasi arkeologi ini adalah bagian dari persiapan Pemerintah DKI Jakarta untuk menjadikan Pulau Onrust sebagai pusat wisata edukasi sejarah atau eduwisata.
Menurut Iwan H. Wardhana, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, informasi dan bukti sejarah yang terperoleh merupakan sumber penting untuk pengembangan pendidikan di Pulau Onrust saat ini dan di masa depan.
Untuk itu, pemerintah telah memutuskan untuk tidak melakukan pemugaran terhadap struktur sejarah Pulau Onrust untuk pelestarian, sesuai dengan saran para ahli arkeologi.
Namun, pemerintah akan mengatur tampilan dengan menggunakan teknologi digital, metavers, dan VR.
Ini adalah pilihan yang lebih baik dan layak karena pemugaran hanya separuh dari bangunan mungkin mengurangi keaslian peninggalan sejarah atau mungkin hilang.
Pemerintah kemudian bertekad untuk meningkatkan keterampilan dan pendapatan 22 penduduk tetap.
Sejak berubah menjadi Museum Arkeologi Onrust pada tahun 2022 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, puluhan warga mulai mengunjungi dan menjaga warisan budayanya. Sekarang, UPT Museum Kebaharian DKI Jakarta yang mengelola Pulau Onrust.
Data menunjukkan bahwa sejarah kolonial Belanda sangat terminati oleh pengunjung lokal dan asing setahun setelah museum terbuka.
Jumlah wisatawan yang berkunjung dari Januari hingga Maret 2023 mencapai 1.423-1.615; dari April hingga Juni, jumlah kunjungan meningkat menjadi 3.881–4.338, meningkat sebesar 50% dari tahun sebelumnya.
Pulau ini berharap dapat terus menjadi destinasi menarik bagi mereka yang ingin menjelajahi dan memahami warisan sejarah yang ada di pulau kecil ini, yang terletak 25 km di utara Ibu Kota Jakarta.