Mengapa Buku Kuno Beracun dan Berbahaya untuk Disentuh?
Penelitian yang melibatkan Winterthur Museum, Garden & Library, serta Universitas Delaware mengungkapkan bahwa sejumlah buku kuno yang tersimpan dalam perpustakaan dapat mengandung racun yang berbahaya bagi manusia. Berbeda dengan isi buku yang tidak beracun, racun tersebut ternyata berasal dari pewarna yang digunakan pada sampul buku kuno.
Kekhawatiran ini muncul dari praktik penjilidan buku selama abad ke-19, di mana sampul buku yang dulunya terbuat dari kulit mahal beralih menjadi menggunakan bahan kain yang lebih terjangkau. Untuk menarik minat pembaca, sampul-sampul tersebut sering kali diwarnai dengan pigmen-pigmen berwarna cerah.
Alasan Pewarna Sampul Buku Kuno Beracun
Salah satu pigmen yang sering digunakan adalah hijau scheele, dinamai sesuai dengan penemunya, Carl Wilhelm Scheele, seorang ahli kimia Jerman-Swedia. Pigmen ini dibuat dari tembaga dan arsenik, yang kemudian terdegradasi seiring waktu dan melepaskan arsenik beracun dan karsinogenik. Pigmen warna lain seperti hijau paris, zamrud, dan merah terang vermilion juga memiliki bahaya serupa. Vermilion, misalnya, terbuat dari mineral cinnabar yang mengandung merkuri.
Napoleon Bonaparte Menjadi Salah Satu Korbannya
Napoleon Bonaparte bahkan menjadi salah satu korban dari pigmen warna tersebut. Napoleon, yang tertarik dengan warna hijau, meminta kediamannya di St. Helena dicat dengan warna favoritnya tersebut. Namun, pigmen warna hijau ini diyakini telah menyebabkan Napoleon meninggal karena kanker perut, dengan teori bahwa arsenik dalam pigmen tersebut berkontribusi pada kematiannya.
Meskipun hubungan antara pigmen warna beracun dan masalah kesehatan sudah jelas, praktik penggunaannya terus berlanjut hingga akhir abad ke-19. Hal ini menunjukkan bahwa bahaya racun dalam bahan-bahan sehari-hari, bahkan dalam hal yang tampaknya tidak berbahaya seperti sampul buku, harus diperhatikan dengan serius.