Menko Polhukam : Penguatan Satuan TNI Terintegrasi untuk Mengantisipasi Konflik di LCS
Bandung, Penjuru – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Marsekal TNI (Purn.) Hadi Tjahjanto menilai keberadaan Satuan TNI Terintegrasi (STT) di Natuna masih memerlukan peningkatan untuk mengantisipasi potensi konflik di perairan yang dipertentangkan, khususnya di Laut China Selatan (LCS).
Hadi menggarisbawahi bahwa Indonesia masih dihadapkan pada potensi konflik yang dapat timbul di LCS, mengingat klaim yang dilakukan oleh China atas seluruh wilayah Laut China Selatan, termasuk Laut Natuna Utara yang secara jelas merupakan bagian dari perairan Indonesia.
Oleh karena itu, dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) di Jakarta pada hari Selasa, Hadi menyampaikan bahwa pertahanan Indonesia di Natuna akan terus diperkuat untuk mengantisipasi kemungkinan konflik yang dapat muncul akibat sengketa wilayah tersebut.
“Dalam menanggapi isu-isu di LCS, terutama dalam bidang pertahanan dan keamanan, pemerintah tengah mendorong program-progam besar guna memperkuat keamanan di Laut Natuna melalui peningkatan alat utama sistem pertahanan (alutsista) serta infrastruktur dan fasilitas bagi satuan TNI yang terintegrasi,” ungkap Hadi Tjahjanto.
Beliau menambahkan bahwa peningkatan ini merupakan langkah lanjutan dari implementasi Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024.
Selain upaya penguatan militer, Hadi juga menekankan bahwa Indonesia terus mengedepankan diplomasi dan negosiasi sebagai solusi damai dalam mengelola sengketa di LCS. Menurut Hadi, Indonesia aktif mendorong finalisasi Tata Perilaku (Code of Conduct/CoC) untuk LCS.
“Target kita adalah untuk menyelesaikan CoC dalam waktu 3 tahun, yakni pada tahun 2025. Kita berharap CoC dapat menjadi instrumen yang efektif, substansial, dan dapat dilaksanakan untuk mencegah eskalasi konflik dan sekaligus meningkatkan saling percaya di antara negara-negara yang memiliki kepentingan di LCS,” jelas Menko Polhukam RI.
Sementara itu, China hingga saat ini masih mempertahankan klaim sepihaknya terhadap seluruh LCS berdasarkan argumen hak sejarah, yang ditandai dengan sembilan garis putus-putus. Bahkan, China baru-baru ini mengeluarkan peta yang menambah satu garis putus-putus menjadi sepuluh, yang secara signifikan tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara.
Hadi menyoroti bahwa sengketa wilayah semakin rumit dengan meningkatnya rivalitas geopolitik antara negara adidaya, terutama antara Amerika Serikat dan China.
Sehubungan dengan hal tersebut, Hadi menegaskan bahwa Indonesia memiliki kepentingan untuk mengelola sengketa tersebut demi menjaga kestabilan di LCS.
“Kita tidak ingin melihat LCS menjadi arena proyeksi kekuatan negara-negara adidaya dan menjadi titik konflik. Kita harus berupaya menjadikan LCS sebagai lautan perdamaian,” tutur Hadi Tjahjanto.