Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi mengatakan bahwa karena kanker sering didiagnosis pada tahap lanjut, hampir 70 persen kematian akibat kanker terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Dalam seminar Precision Oncology Symposium: Addressing Diagnostic Gaps in Personalized Cancer Care yang diselenggarakan oleh Roche Indonesia di Jakarta pada hari Sabtu, Budi Gunadi menyatakan bahwa dua dari tiga pasien kanker di Indonesia didiagnosis pada tahap lanjut.
Namun, Budi menjelaskan bahwa tiga puluh hingga lima puluh persen kasus kanker dapat diobati jika ditemukan pada tahap awal. Namun, sebagian besar pasien baru ditemukan ketika kanker sudah mencapai tahap akhir.
Ia mengatakan bahwa kurangnya dokter dan peralatan medis menyebabkan antrean dan waktu tunggu yang lama, yang menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis kanker.
Budi menambahkan bahwa hal ini menyebabkan layanan rujukan kanker sangat terbatas.
Selain itu, tenaga kesehatan masih kurang dalam mendiagnosis kanker, yang mengakibatkan layanan rumah sakit yang buruk.
Budi mengatakan bahwa metode untuk menentukan kanker harus mengikuti kemajuan teknologi terbaru. Uji genetik dalam pemeriksaan kanker dapat membantu diagnosis kanker yang lebih cepat, lebih akurat, dan lebih tepat.
Dia menegaskan bahwa pengembangan layanan obat presisi sangat penting untuk mengidentifikasi risiko kanker secara dini dan menemukan biomarker obat yang diperlukan untuk terapi yang tepat.
Namun, penanggulangan kanker yang menyeluruh dan menyeluruh membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, seperti komunitas, sektor swasta, dan organisasi profesi.
Budi mengakhiri dengan mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan bersama dalam menjaga kesehatan masyarakat, pembangunan kesehatan nasional tetap menjadi prioritas utama.
Dibandingkan dengan kombinasi kanker payudara, kolorektal, dan prostat, kanker paru-paru adalah salah satu jenis kanker yang paling umum dan sering berakibat fatal.
Dalam diagnosis kanker paru-paru, pengambilan sampel menghadapi banyak masalah. Ini termasuk jumlah alat yang terbatas dan kurangnya kolaborasi antardisiplin ilmu yang relevan.
Didik Setyo Heriyanto, Konsultan Patologi Anatomi di RS dr. Sardjito, mengatakan bahwa kolaborasi multidisipliner diperlukan sejak awal untuk mengobati kanker paru-paru dengan lebih efisien.
Untuk memastikan pengambilan sampel yang optimal untuk evaluasi laboratorium, para ahli dari bidang onkologi paru, patologi anatomi, dan radiologi onkologi bekerja sama.
Hasil pemeriksaan dapat dipercepat dengan metode ini dari waktu sebelumnya yang mencapai lebih dari dua minggu menjadi lima hingga sepuluh hari.
Menurutnya, dengan respons yang cepat, pasien dapat mendapatkan terapi target seperti EGFR, ALK, dan imunoterapi PD-L1 lebih awal daripada pilihan terapi konvensional lainnya.