Menteri PANRB dan BSN Membahas Evaluasi Standarisasi Instrumen SPBE
Bandung, Penjuru – Untuk menilai kemajuan dukungan standarisasi dalam penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas berbicara dengan Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Kukuh Syaefudin Achmad. Selasa tanggal 26 Maret, pertemuan tersebut diadakan di Kantor Kementerian PANRB di Jakarta.
Abdullah Azwar Anas mengakui bahwa BSN memainkan peran penting dalam memastikan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE dilaksanakan dengan lancar.
Anas menyatakan dalam pernyataannya di Jakarta pada hari Rabu bahwa Kementerian PAN-RB akan terus melibatkan BSN untuk mendapatkan dukungan standar yang relevan dalam pengembangan SPBE ke depannya.
Sementara itu, Kukuh menjelaskan bahwa pembuatan Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah bagian dari upaya BSN untuk mendukung standarisasi instrumen SPBE.
Kukuh menyatakan bahwa mereka telah menyusun sejumlah SNI, termasuk yang berkaitan dengan manajemen risiko, sistem keamanan informasi, dan layanan teknologi informasi.
Untuk mengacu pada SNI, Pasal 46 Perpres Nomor 95 Tahun 2018 mengatur manajemen SPBE. Kementerian, lembaga non-kementerian, dan lembaga daerah harus mematuhi delapan aspek manajemen Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Manajemen risiko, manajemen keamanan informasi, manajemen data, manajemen aset TIK, manajemen sumber daya manusia, manajemen pengetahuan, manajemen perubahan, dan manajemen layanan SPBE adalah delapan komponen manajemen tersebut.
Standar SPBE memerlukan proses sertifikasi untuk aplikasi di organisasi atau lembaga pemerintah; kepala BSN juga melaporkan kemajuan akreditasi terhadap lembaga sertifikasi yang akan mendukung SPBE.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, sertifikasi harus dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang diakreditasi oleh BSN dan diawasi oleh komite akreditasi nasional.
Selain itu, BSN menghadapi kesulitan dalam mendorong standarisasi di Indonesia karena beberapa lembaga pemerintah lebih suka menggunakan standar internasional, sementara BSN berusaha mengubah standar internasional menjadi SNI.
Selain itu, Kukuh berharap adanya peraturan khusus yang mendorong perusahaan untuk menggunakan SNI.
Ditambahkannya, “Karena saat ini BSN tidak memiliki kewenangan regulasi yang mengharuskan hal tersebut, regulasi khusus diperlukan.”