Menurut CPOPC Kebijakan EUDR akan Berdampak pada Petani Sawit Indonesia
Sekretaris Jenderal Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), Rizal Affandi Lukman, menyatakan bahwa European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) yang diberlakukan oleh Uni Eropa (UE) akan memiliki dampak signifikan terhadap petani sawit di Indonesia. Ia menunjukkan bahwa masalah terbesar yang dihadapi petani kelapa sawit Indonesia adalah masalah pelacakan atau traceability, terutama karena banyak dari mereka terlibat dalam bisnis yang melibatkan perantara, sehingga sulit untuk mengetahui dari mana buah kelapa sawit berasal.
Regulasi EUDR, yang ditetapkan oleh Uni Eropa pada 16 Mei 2023, mengkategorikan negara eksportir ke dalam tiga kategori: “Risiko Tinggi”, “Risiko Menengah”, dan “Risiko Rendah.” Meskipun tujuannya adalah mengurangi deforestasi di berbagai negara, standar UE menyatakan bahwa Indonesia memiliki risiko deforestasi tinggi, terutama karena ekspor minyak kelapa sawit. Namun, ada perbedaan antara tuntutan UE dan keadaan di lapangan yang dihadapi petani kelapa sawit.
Rizal mengatakan bahwa kebijakan EUDR akan berdampak pada lebih dari tiga juta petani sawit di seluruh dunia, termasuk petani sawit di Indonesia. Untuk menjembatani perbedaan antara regulasi EUDR dan keadaan sebenarnya yang dihadapi petani sawit di seluruh dunia, CPOPC telah membentuk Joint Task Force dengan Uni Eropa.
Andri Hadi, Duta Besar Indonesia untuk Belgia, Luxembourg, dan Uni Eropa, khawatir bahwa keadaan ini dapat menyebabkan petani sawit dari berbagai negara dikeluarkan dari rantai pasokan. Ia mengatakan bahwa UE akan mendapat manfaat dari kebijakan ini karena harga komoditas yang masuk ke wilayah mereka akan tetap stabil, tetapi negara produsen akan mengalami kerugian sebagai akibat dari kebijakan tersebut.
Andri menekankan bahwa petani sawit adalah pilar penting dalam industri sawit di Indonesia, memberikan kontribusi sekitar 41 persen atau sekitar 2,6 juta petani sawit di Indonesia. Ketidaksesuaian antara keadaan di negara-negara eksportir dan peraturan EUDR adalah alasan mengapa Indonesia tidak setuju dengan peraturan tersebut. Tingkat deforestasi di Indonesia telah menurun dalam empat tahun terakhir, sebagai hasil dari upaya yang berlangsung sejak lama.
Andri juga menyatakan bahwa Indonesia tidak melakukan deforestasi secara sengaja dan bahwa negara itu berkomitmen untuk melawan deforestasi bersama dengan negara lain.