Menyikapi Ancaman Pertahanan Akibat Perubahan Iklim
Sekali lagi, Indonesia berhasil menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), tetapi kali ini bukan tentang politik atau ekonomi. Sebaliknya, topik yang dibahas adalah perubahan iklim, yang mungkin berdampak pada ekonomi dan politik. Dengan partisipasi 32 pemimpin negara kepulauan, Forum KTT Archipelagic and Island States (AIS) 2023 telah memperkuat posisi Indonesia dalam geopolitik dan geostrategi global.
Para ahli iklim memperkirakan bahwa kepulauan di Pasifik Selatan paling terancam oleh dampak perubahan iklim. Peningkatan permukaan air laut, penurunan luas daratan, kerusakan ekosistem pesisir oleh gelombang pasang, perubahan cuaca yang tidak stabil, kehilangan lahan pertanian di dekat pantai, gangguan transportasi antar pulau, penurunan sektor pariwisata pulau, dan penurunan biodiversitas adalah beberapa ancaman.
Fakta bahwa Indonesia adalah negara kepulauan membuatnya sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Sekitar 42 juta orang tinggal kurang dari 10 meter di atas permukaan laut. Pada tahun 2050, permukaan air laut mungkin tenggelam 2.000 pulau kecil. Mengingat 75 persen kota besar Indonesia berada di wilayah pesisir, ini merupakan ancaman besar. Perubahan iklim diperkirakan akan mengakibatkan kerugian ekonomi sebesar Rp.81,53 Triliun antara tahun 2020 dan 2024.
Negara anggota AIS juga mengalami hal yang sama. Negara-negara kepulauan ini, dari Tuvalu hingga Dominika, adalah pahlawan perubahan iklim. Pulau-pulau seperti Kepulauan Marshall dan Tuvalu telah berubah karena permukaan laut meningkat. Negara-negara seperti Fiji, Vanuatu, Sao Tome dan Principe, serta Dominika terkena badai yang semakin parah.
Dalam tiga puluh tahun mendatang, dampak perubahan iklim diperkirakan akan semakin parah. Selain kehilangan harta benda, negara kepulauan juga menghadapi konsekuensi hukum yang signifikan, seperti kehilangan hak teritorial mereka dan akses ke sumber daya laut.
Selain efek fisik dan hukum, perubahan iklim juga dapat menjadi ancaman keamanan. Ada tiga potensi ancaman yang harus dipertimbangkan.
Pertama, hilangnya pulau memiliki potensi untuk menyempitkan batas teritorial laut. Hal ini dapat menyebabkan lebih banyak gangguan keamanan, seperti perompakan, penyelundupan, dan aktivitas kriminal lainnya, muncul di laut lepas.
Kedua, perubahan ini dapat menyebabkan negara-negara bersaing karena sumber daya lautan mereka, yang mencakup biota laut, ikan, dan potensi sumber daya mineral di dasar laut.
Ketiga, migrasi dari negara kepulauan yang terdampak dapat menimbulkan masalah sosial dan politik di negara penerima. Ini mengingat bahwa banyak negara dapat menjadi tujuan migrasi, seperti yang terlihat dengan pengungsi Ukraina di Eropa.
Negara-negara kepulauan, termasuk Indonesia, harus bekerja sama untuk membuat solusi yang berguna untuk mengatasi masalah ini. Sebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia harus menjadi pemimpin dalam upaya ini dengan menjaga wilayah laut bersama, berkomitmen pada target emisi net-zero, dan membuat strategi pertahanan nasional yang menggabungkan ancaman perubahan iklim.
Dalam hal ini, sangat penting bagi pemerintah Indonesia untuk bekerja sama dengan berbagai lembaga, seperti Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, Badan Intelijen Negara, dan Kementerian Luar Negeri, untuk mengembangkan strategi proaktif yang terintegrasi untuk menghadapi ancaman iklim.