MK Menegaskan Ambang Batas Parlemen Tetap Ada, Namun Akan Diatur Ulang
Bandung, Penjuru – Hakim Konstitusi dan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Enny Nurbaningsih, menegaskan bahwa putusan terkait gugatan uji materi yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tidak menghapuskan ambang batas parlemen sebesar empat persen.
Enny menjelaskan bahwa dalam putusannya, MK meminta pembentuk undang-undang untuk mengatur ulang besaran angka dan persentase ambang batas parlemen dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu agar lebih rasional.
“Putusan 116/PUU-XXI/2023 tidak menghilangkan threshold, seperti yang terdapat dalam amar putusan bahwa threshold dan besaran angka persentasenya ditentukan oleh pembentuk undang-undang untuk menentukan threshold yang rasional,” ujar Enny saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
MK menegaskan bahwa ambang batas parlemen seharusnya ditetapkan melalui metode kajian yang jelas dan komprehensif. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketidakproporsionalan dalam konversi hasil pemilu.
“Dengan menggunakan metode kajian yang jelas dan komprehensif, kita dapat mengurangi disproporsionalitas yang tinggi yang mengakibatkan banyak suara sah yang terbuang, sehingga sistem proporsional yang digunakan dapat menghasilkan hasil pemilu yang proporsional,” jelas Enny.
Enny juga menjelaskan bahwa Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang digugat oleh Perludem tetap dianggap konstitusional untuk Pemilu 2024, tetapi menjadi konstitusional bersyarat untuk Pemilu 2029 dan seterusnya.
“Mulai Pemilu 2029 dan seterusnya, ambang batas dengan persentase yang dapat menyelesaikan masalah tersebut harus digunakan,” tambah Enny.
MK pada sidang pleno Kamis (29/2) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang diajukan oleh Perludem.
Amar putusan MK menyatakan bahwa pasal tersebut tetap konstitusional untuk Pemilu DPR 2024 dan menjadi konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, dengan syarat telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan tidak menemukan dasar rasionalitas dalam penetapan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen, termasuk metode dan argumen yang digunakan dalam menentukan ambang batas parlemen empat persen.
Mahkamah menegaskan bahwa penentuan besaran angka atau persentase ambang batas yang tidak rasional telah menyebabkan disproporsionalitas antara suara pemilih dengan jumlah partai politik di DPR, sehingga melanggar hak konstitusional pemilih.
Oleh karena itu, MK berpendapat bahwa ini perlu segera diubah dengan memperhatikan beberapa poin, termasuk agar ambang batas parlemen didesain untuk digunakan secara berkelanjutan dan dapat mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
Perludem mengajukan permohonan uji materi untuk mengubah frasa “paling sedikit empat persen dari jumlah suara sah secara nasional” pada Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu agar sesuai dengan UUD NRI 1945.
MK menyatakan bahwa konstitusionalitas pasal yang dipersoalkan Perludem perihal tata cara penentuan ambang batas parlemen telah dapat dibuktikan. Namun, MK tidak dapat mengabulkan permohonan untuk memaknai ulang norma pasal tersebut, karena hal itu merupakan bagian dari kebijakan pembentuk undang-undang.
“Dengan demikian, dalil permohonan pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian,” demikian bunyi pertimbangan hukum MK sebagaimana dikutip dalam salinan Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023.”