MK Menolak Gugatan terkait Pasal yang Mengatur Sanksi Pembekuan Partai Politik
Bandung, Penjuru – Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak gugatan terkait pasal yang mengatur sanksi pembekuan terhadap partai politik yang diajukan oleh seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam (UIB).
Ketua MK, Suhartoyo, menyatakan bahwa permohonan dari pemohon, yang bernama Teja Maulana Hakim, tidak dapat diterima. Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Pleno yang diadakan secara daring di Jakarta pada hari Rabu.
Dalam gugatannya, Teja Maulana Hakim meminta MK untuk menyatakan bahwa Pasal 48 ayat 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sedangkan untuk Pasal 48 ayat 3 Tahun 2008 tentang Partai Politik, pemohon meminta MK agar menyatakan inkonstitusional dengan syarat bahwa partai politik yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) harus dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 48 ayat 2 menyatakan bahwa partai politik dapat dikenai sanksi administratif berupa pembekuan paling lama satu tahun jika melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 2. Pasal 48 ayat 3 menyatakan bahwa jika partai politik yang telah dibekukan sementara melakukan pelanggaran lagi terhadap ketentuan dalam Pasal 40 ayat 2, maka harus dibubarkan dengan putusan MK. Pasal 40 ayat 2 melarang partai politik melakukan kegiatan yang bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan peraturan perundang-undangan serta melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan NKRI.
Teja Maulana Hakim merasa bahwa sanksi pembekuan bagi partai politik yang melanggar Pasal 40 ayat 2 tidaklah wajar. Dia juga berpendapat bahwa partai politik yang korupsi dan menyelenggarakan negara seharusnya dibubarkan.
Namun, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menilai bahwa status pemohon sebagai mahasiswa Fakultas Hukum tidak cukup meyakinkan adanya kerugian hak konstitusional yang spesifik, khusus, dan aktual atau setidaknya berpotensi terjadi. MK berpendapat bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum yang memadai untuk mengajukan gugatan dalam perkara ini.
Sebagai hasilnya, putusan majelis hakim menyatakan bahwa permohonan dari pemohon tidak dapat diterima.
Pada akhir persidangan, disebutkan bahwa Hakim Konstitusi Suhartoyo, Saldi Isra, dan Arsul Sani memiliki pendapat yang berbeda atau dissenting opinion terhadap putusan tersebut. Mereka berpendapat bahwa pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan dalam perkara ini, dan oleh karena itu, MK seharusnya mempertimbangkan pokok permohonan tersebut.